Keberadaan embung sudah terbukti sangat bermanfaat bagi petani. Musim kemarau sebelumnya yang tidak produktif, kini komoditas pertanian seperti jenis wortel, cabai, dan kentang tetap bisa tumbuh dengan baik.
Jauh bertahun-tahun sebelum ada embung itu dibangun, lahan pertanian tadah hujan di daerah tersebut tidak bisa ditanami karena kering. Jika ada yang menanam dan memanfaatkan air yang sangat terbatas, hasil panennya jauh berkurang. "Tanam kentang misalnya, jika kurang air hasil dari 1 hektare sekitar 8 ton , tapi kalau cukup air bisa 25 ton," katanya.
Menjaga embung
Kabupaten Garut memiliki banyak embung, tidak hanya embung buatan, tapi ada juga embung alami seperti keberadaan danau Situ Bagendit di Kecamatan Banyuresmi yang aliran airnya dimanfaatkan untuk pertanian.
BACA JUGA:Tips 'self-care' bekerja pada bulan Ramadhan
BACA JUGA:Pentingnya penanganan stunting berkelanjutan di Indonesia
Embung yang sudah ada sejak puluhan tahun yakni Embung Cigalumpit dan Embung Cipadung di wilayah Desa Wanajaya, Kecamatan Wanaraja, Garut, yang sampai saat ini tetap terjaga dengan baik untuk memberikan manfaat bagi masyarakat mendapatkan air bersih, maupun pertanian.
Sumber air yang ditampung di dua embung itu bersumber dari mata air setempat. Embung Cigalumpit maupun Cipadung tersebut tidak pernah kering meski datang musim kemarau, sehingga lahan pertanian tetap produktif menghasilkan tanaman pangan.
Kepala Desa Wanajaya, Iif Firman Nurdin, mengatakan bahwa lahan pertanian di daerahnya selama ini tidak pernah dilanda kekeringan, bahkan menjadi salah satu desa yang produktivitas pertaniannya bagus dibandingkan daerah lain.
Iif bersyukur dua embung itu mampu mengairi areal pertanian sekitar 47 hektare di Desa Wanajaya. bahkan bisa sampai ke lahan pertanian desa lain. Embung tersebut sampai saat ini selalu dijaga agar memberikan kehidupan yang lebih luas.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Garut, lahan pertanian tadah hujan saat ini masih cukup luas mencapai 10.301 hektare. Di lahan tersebut hanya bisa tanam dan panen pada musim tanam 1 yakni selama Oktober sampai dengan Maret, karena adanya turun hujan. Sedangkan musim tanam 2 yakni April sampai September, curah hujan sudah mulai berkurang sehingga tidak bisa melakukan tanam.
BACA JUGA:Ramadhan Momen Mengenalkan Islam di Negeri Kanguru
BACA JUGA:Konsumsi dan Investasi jadi Pemacu Pertumbuhan ekonomi
Pada musim tanam di bulan April sampai September merupakan rawan kekeringan, sehingga jajaran Dinas Pertanian Kabupaten Garut mengoptimalkan tiga cara untuk mengatasinya yakni melakukan pompanisasi, pembuatan embung, dan membuat sumur bor yang selama ini dinilai bisa mengatasi lahan tadah hujan bisa produktif.
Selama kurun waktu 2021 sampai 2023 sudah membangun dan merehabilitasi 12 embung, Setiap embung itu mampu mengairi areal pertanian seluas 20 sampai 25 hektare. Dari 12 embung tersebut luas pemanfaatannya kini mencapai 240 hektare.
Kepala Bidang Prasarana Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan pada Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Rakmat Jatnika, di lahan tadah hujan itu yang tadinya hanya bisa melakukan tanam satu kali, kini bisa ditingkatkan menjadi dua sampai tiga kali tanam , sehingga produktivitas hasil pertanian meningkat.