Gambar dan video tentang kebakaran di Los Angeles menyebar dengan sangat cepat, sering kali dibumbui dengan narasi dramatis yang mempengaruhi cara orang memandang peristiwa tersebut.
Teknologi seperti artificial intelligence (AI) digunakan untuk mengedit gambar dan video sehingga tampak lebih mengerikan. Manipulasi semacam ini mempertegas bahwa manusia kini sedang hidup di zaman di mana fakta dapat dengan mudah bercampur dengan fiksi.
BACA JUGA:Era Baru Timnas Indonesia di Tangan Patrick Kluivert
Sayangnya, dalam banyak kasus, informasi yang salah atau berlebihan sering kali lebih menarik perhatian dibandingkan kebenaran yang sederhana.
Penghakiman Teologis
Salah satu narasi yang berkembang di beberapa kalangan tentang kebakaran ini adalah penghakiman teologis.
Ada pihak-pihak yang menganggap kebakaran tersebut sebagai "azab" atau hukuman ilahi atas kebijakan Amerika Serikat yang mendukung genosida di Gaza.
Meskipun pandangan ini mungkin muncul dari rasa frustrasi terhadap ketidakadilan global, pendekatan seperti ini berpotensi menimbulkan kesalahpahaman.
Menggunakan tragedi alam untuk mendukung narasi politik atau teologis tertentu bukan hanya tidak etis, tetapi juga bisa merusak upaya untuk memahami akar masalah yang sebenarnya.
BACA JUGA:Pemanfaatan Hutan untuk Cadangan Pangan Indonesia
Ketika musibah terjadi, fokus utama seharusnya adalah pada bantuan dan solidaritas. Menggunakan tragedi untuk merayakan penderitaan orang lain, bahkan jika mereka adalah bagian dari kelompok yang dianggap "musuh," bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.
Lebih dari itu, penghakiman teologis terhadap bencana alam sering kali mengabaikan faktor-faktor ilmiah dan sosial yang jauh lebih relevan.
Dalam konteks kebakaran di California, misalnya, perubahan iklim, urbanisasi yang tidak terkontrol, dan kurangnya langkah pencegahan adalah isu-isu yang perlu mendapat perhatian lebih.
Kebakaran Los Angeles juga memunculkan refleksi tentang posisi Amerika Serikat di mata dunia, khususnya di kalangan umat Islam.
Respons besar-besaran terhadap tragedi ini menunjukkan bagaimana Amerika masih menjadi pusat perhatian global.
BACA JUGA:Hari Desa Nasional 2025: Desa, Gizi dan Pangan
Dalam banyak kasus, perhatian ini lebih merupakan hasil dari dominasi budaya dan ekonomi Amerika di dunia, bukan semata-mata karena tragedi itu sendiri.