Indonesia Butuh Tambahan Pasokan Listrik untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi
Instruktur pembangkit listrik tenaga surya memeriksa instalasi kelistrikan di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Lombok Timur, Nusa Tenggara Timur, Jumat (4/10/2024). ANTARA/Rosyidin--
BELITONGEKSPRES.COM - Indonesia membutuhkan peningkatan pasokan listrik untuk mengatasi lonjakan konsumsi yang terjadi pascapandemi COVID-19 dan untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi yang ambisius.
Prof. Dr. Telisa Aulia Falianty, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), menekankan bahwa kondisi permintaan dan penawaran listrik bersifat dinamis, terutama dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi digital dan tren mobil listrik. Ia berpendapat bahwa anggapan oversupply listrik tidak tepat, mengingat pertumbuhan permintaan yang terus meningkat.
“Dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat dan tren penggunaan mobil listrik, permintaan terhadap listrik akan mengalami lonjakan signifikan. Oleh karena itu, anggapan tentang oversupply listrik tidak berdasar,” ungkap Telisa dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Menurut Telisa, saat ini masyarakat mengalami peningkatan konsumsi listrik yang sejalan dengan pemulihan ekonomi. Ia menekankan perlunya tindakan konkret dalam pembangunan pembangkit listrik untuk menghadapi kenaikan permintaan.
BACA JUGA:Perkuat Daya Saing, KemenKopUKM Dorong Pengembangan Bisnis Kopi Melalui Pelatihan Barista
BACA JUGA:Sri Mulyani: Perputaran Uang Haji dan Umrah Indonesia Diproyeksikan Tembus Rp194 Triliun pada 2030
Jisman P. Hutajulu, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), juga menyatakan bahwa kebutuhan listrik terus bertambah. Ia menambahkan bahwa situasi kelistrikan saat ini tidak dapat digambarkan sebagai oversupply.
“Pertumbuhan kebutuhan listrik cukup tinggi,” jelas Jisman, yang juga menekankan bahwa dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, pasokan listrik harus diperbesar. Rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2024 perlu disusun agar mampu mengakomodasi kebutuhan ini.
Setelah Indonesia berhasil keluar dari pandemi, berbagai sektor kembali beroperasi normal, termasuk industri yang berkontribusi pada peningkatan permintaan listrik. Hal ini memerlukan perhatian dari semua pihak untuk memastikan pasokan listrik tetap aman dalam beberapa bulan ke depan dan untuk tahun-tahun mendatang.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah berencana meningkatkan konsumsi listrik per kapita hingga 6.500 kilowatt jam (kWh) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen per tahun di era kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
BACA JUGA:PNM Luncurkan Program Mekaarpreneur untuk Memberdayakan Nasabah Kuliner dan Kriya
BACA JUGA:Kementerian PUPR Berhasil Membangun 10,2 Juta Unit Rumah Melalui Program Sejuta Rumah
Saat ini, target konsumsi listrik per kapita hanya berkisar antara 4.000 kWh hingga 5.000 kWh, yang dianggap hanya mampu mendukung pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen. Bahlil menjelaskan bahwa jika konsumsi listrik per kapita hanya mencapai 5.500 kWh, pertumbuhan ekonomi hanya dapat mencapai 6 persen per tahun.
Dengan demikian, pemerintah berkomitmen mendorong konsumsi listrik per kapita minimal mencapai 6.000 kWh hingga 6.500 kWh untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. “Ini sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran. Kami akan merincinya dalam RUPTL dan berdiskusi lebih lanjut dengan Direktur Utama PLN,” tambah Bahlil. (ant)