Pentingnya Literasi Digital Terkait Larangan Main Medsos pada Anak
Warga menunjukan data penggunaan ponsel saat sosialisasi literasi digital di RPTRA Intiland Teduh Semper Barat, Jakarta, Selasa (12/11/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/agr -MUHAMMAD ADIMAJA-ANTARA FOTO
Sedangkan pada manusia-nya justru tetap purbakala, karena tetap jahat dalam arti rentan terpapar atau justru menjadi sumber hoaks, scams, framing, hack, pishing, bully, radikal digital, rekayasa video/grafis/editing, dan sebagainya.
Dunia digital memang banyak jebakan, di antaranya hoaks, scams/crime, framing, hack, pishing, bully, radikal digital, dan sebagainya. Oleh karena itu, literasi digital menjadi penting, agar digitalisasi bukan hanya kemajuan teknologi, melainkan juga kemajuan manusia era digital.
Untuk kemajuan manusia itulah tugas kenabian yang diemban Nabi Muhammad SAW diutus. Nabi pun mendorong kemajuan manusia melalui "akhlakul karimah" (perilaku yang baik), yang dalam bahasa era digital disebut dengan "kesalehan digital".
Kesalehan digital itu perlu dibangun dengan literasi digital. Terkait literasi itu, agama mengajarkan prinsip "tabayyun" (klarifikasi) dalam pola hubungan atau komunikasi.
BACA JUGA:Idealisme di Tengah Kepungan Pragmatisme
Semisal, ada dugaan hal yang tidak baik terkait seseorang, maka perlu komunikasi secara langsung kepada yang bersangkutan agar diperoleh kejelasan permasalahannya.
Prinsip "tabayyun" (klarifikasi) itu dirumuskan dalam ilmu jurnalistik/komunikasi sebagai Kode Etik atau Etika.
Intinya, selalu menguji informasi melalui wawancara yang seimbang atau bukan sepihak, asas praduga tak bersalah atau tidak memvonis, tidak beropini dan tidak memfitnah. Selain itu, menghormati kehidupan pribadi narasumber, akurat (tidak bohong/cabul/sadis), dan melayani hak jawab/koreksi.
Secara rinci, prinsip tabayyun atau klarifikasi, kode etik atau etika itu dalam buku "Kesalehan Digital" (2023) diperjelas dengan tiga poin yakni sanad, matan, dan rawi.
Sanad adalah narasumber yang kompeten, misalnya pakar kesehatan tidak bicara politik. Matan adalah konten atau isi atau materi informasi yang adil dan seimbang, berbasis ukhuwah dengan mengedepankan pemikiran positif, praduga tak bersalah dan persatuan, dan akurat berbasis kepentingan publik. Sementara, Rawi adalah penyebar informasi atau rujukan.
BACA JUGA:Kenaikan PPN dan Masa Depan Kelompok Menengah
Walhasil, media digital atau medsos memang memungkinkan adanya dampak negatif dalam masyarakat, namun larangan bermain medsos tidak diperlukan bila digitalisasi diiringi dengan literasi digital.
Hal ini karena penghuni dunia digital sudah memiliki "Kesalehan Digital" melalui panduan terkait narasumber yang kompeten, konten yang imbang/kepentingan publik dan rujukan yang kredibel, sehingga informasi tanpa prinsip itu akan diabaikan atau tidak disebarluaskan.
Kesalehan digital bukanlah sekadar konsep, tetapi sebuah kebutuhan mendesak di era informasi tanpa batas. Dengan memadukan digitalisasi dan literasi digital, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga bermoral dalam penggunaannya.
UU Keamanan Daring di Australia adalah langkah awal yang penting, namun upaya global yang berfokus pada literasi digital dan prinsip tabayyun adalah kunci untuk mengatasi tantangan dunia digital, memastikan bahwa kemajuan teknologi sejalan dengan kemajuan manusia. (ant)