Dinilai Timbulkan Polemik, DPR Minta Tinjauan Ulang Kebijakan Kemasan Rokok Polos

Ilustrasi penjual rokok. Dok JawaPos--

BACA JUGA:Kasus Kebocoran Data NPWP: DJP Kemenkeu Lakukan Penyelidikan Mendalam

Oleh karena itu, para anggota legislatif mendesak agar Kemenkes mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait.

Di sisi lain, serikat pekerja juga menyatakan penolakan keras terhadap aturan ini. Ketua Umum FSP-RTMM-SPSI, Sudarto AS, menyampaikan bahwa serikat pekerja siap melakukan aksi protes jika aspirasi mereka tidak didengar. Menurutnya, pekerja yang tergantung pada industri tembakau merasa diabaikan dan diperlakukan secara tidak adil dalam proses perumusan kebijakan ini.

Sudarto menegaskan bahwa serikat pekerja telah mengirim surat kepada presiden dan DPR, menyampaikan keberatan mereka terhadap kebijakan yang dinilai merugikan pekerja. Ia juga mengingatkan bahwa jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan, serikat pekerja siap melakukan mogok nasional sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang diskriminatif ini.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Media Luar-griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi, juga menyatakan kekhawatiran terhadap dampak negatif PP 28/2024 terhadap industri periklanan. 

BACA JUGA:Ridwan Kamil Prioritaskan Aspirasi Pengemudi Ojol dalam Program Kesejahteraan Nasional

Ia menyebutkan bahwa kebijakan pembatasan iklan tembakau telah mengurangi pendapatan sektor ini, terutama di daerah-daerah yang bergantung pada iklan tembakau untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Beberapa pemerintah daerah seperti Medan, Manado, dan Bandung telah menaikkan pajak reklame untuk mengimbangi penurunan pendapatan, namun tetap saja tidak cukup.

Fabianus menambahkan bahwa jika aturan ini diterapkan, banyak perusahaan periklanan luar-griya yang terancam gulung tikar. Sebuah survei AMLI menunjukkan bahwa 79 persen perusahaan iklan luar-griya di 27 kota besar akan terdampak secara signifikan, berpotensi menyebabkan PHK massal dan memperburuk kondisi ekonomi sektor periklanan.

Melihat situasi ini, AMLI mendesak agar pemerintah merevisi atau bahkan menghapus pasal-pasal dalam PP 28/2024 yang berkaitan dengan iklan luar-griya. Mereka juga meminta agar asosiasi-asosiasi terkait dilibatkan dalam setiap proses perubahan kebijakan, untuk memastikan bahwa dampaknya terhadap industri dapat diminimalisir.

Secara keseluruhan, DPR dan berbagai elemen masyarakat berharap agar Kemenkes dapat lebih terbuka dalam menyusun kebijakan yang tidak hanya mempertimbangkan kesehatan masyarakat, tetapi juga dampak ekonomi yang lebih luas. (jpc)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan