Era Kebangkitan Indonesia di Tengah Turbulensi Ekonomi Global

Narasumber pada diskusi bertopik "Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Ekonomi?" yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Universitas Paramadina di Jakarta, Senin (27/5/2024). ANTARA/HO-Universitas Paramadina.--

Meski negara-negara ekonomi maju mengalami sedikit penguatan ekonomi (1,7 persen), kata Eisha Maghfiruha R. Ph.D., Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF, di negara-negara berkembang terjadi sedikit perlambatan hanya tumbuh 4,2 persen pada tahun 2024.

Ambil contoh ekonomi Amerika Serikat. Negara Paman Sam ini diprediksi alami penguatan secara domestik, diperkirakan 2,7 persen pada tahun 2024 atau naik dari 2,5 persen pada tahun 2023 (yoy).

BACA JUGA:Sandra Dewi Kecewa 88 Tas Branded Ikut Disita dalam Kasus Korupsi Timah

BACA JUGA:Bareskrim Polri Kembali Bongkar Kasus TPPO, Modus Eksploitasi Prostitusi di Australia Terungkap

Pertumbuhan pasar tenaga kerja cukup kuat, konsumsi masyarakatnya terjaga, dan tabungan masyarakat dari subsidi pemerintah pada masa pandemi COVID-19 menjadi bantalan ekonomi yang amat menolong sisi konsumsi dan daya beli.

Begitu pula, arah kebijakan ekonomi Amerika Serikat juga berusaha untuk menurunkan inflasi. Suku bunga AS diproyeksi akan turun pada pertengahan tahun ini.

Perubahan cepat dalam dinamika ekonomi global, kata Eisha, dipengaruhi eskalasi perang di Timur Tengah dan konflik Rusia dan Ukraina. Eskalasi global tersebut tentunya mempunyai risiko ekonomi pada Indonesia.

Situasi politik global yang tidak stabil, berpotensi mengurangi probabilitas masuknya investasi asing. Di samping itu, adanya kebijakan moneter AS yang cenderung menjaga suku bunga tinggi, dan menyebabkan arus modal keluar dari negara berkembang ke AS.

BACA JUGA:Pertamina Patra Niaga Berhasil Penuhi Kebutuhan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

BACA JUGA:Iriana Jokowi Ajak Orang Tua Berikan Makanan Bergizi untuk Cegah Stunting

Berikutnya, menurut Eisha, terjadi pelemahan nilai tukar mata uang di negara-negara berkembang akibat penguatan dolar AS. Ini berisiko potensial, termasuk penundaan dalam pemangkasan suku bunga AS, US treasury yield (imbal hasil obligasi pemerintah AS) tinggi, dan eskalasi geopolitik global perlu terus dicermati.

Ekonomi domestik rupanya tumbuh 5,1 persen yoy pada kuartal pertama (Q-1) 2024. Sebuah capaian tertinggi untuk triwulan pertama dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Namun, pertumbuhan tersebut, terutama didorong oleh Ramadhan dan konsumsi pemerintah, yang paling utama belanja pemerintah untuk bantuan sosial dan pemilu. Berikut konsumsi rumah tangga selama puasa dan Idul Fitri 1445 Hijriah.

Dengan demikian, Eisha menyayangkan ekonomi domestik belum bisa terdorong oleh kegiatan sisi produksi yang maksimal. Oleh karena itu, program pemerintah baru oleh elected president (presiden terpilih) menjadi fokus penting dari serangkaian program yang dicanangkan oleh pemenang Pilpres 2024.

Hal senada juga disampaikan ekonom Universitas Paramadina Dr. Wijayanto Samirin. Kondisi global saat ini, menurut dia, jelas tidak bersahabat bagi Indonesia.

BACA JUGA:Pemulangan Jemaah Haji: Kloter Terakhir Tiba di Indonesia, 213.568 Orang Kembali ke Tanah Air

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan