Lewat Jam
Dahlan Iskan--
"Hari ini kami bisa buatkan tapi harganya beda," ujarnyi. Saya anggukkan kepala, tanpa bertanya 19 dolar di menu itu menjadi berapa.
Ternyata dia tidak iba kepada dompet saya.
Saya hanya pesan dua untuk tiga orang. Satu porsi pun, porsi Amerika, bisa untuk empat orang perusuh Disway.
Setelah disajikan kami saling pandang: bagaimana cara menghabiskannya.
Di Dallas kami harus bertemu teman. Asal Tiongkok. Maka kami janjian makan di chinese food: bebek panggang, tumis kacang panjang muda, terong bumbu taocho, tahu sapo. Dan... Ini dia: nasi. Sudah dua minggu tidak jumpa nasi.
BACA JUGA:Kaget Reuni
Dari Dallas ke Austin sudah dekat. Tinggal tiga jam bermobil. Setelah ke Universitas Texas di Austin, menunya ganti Vietnam Food. Pho. Tidak ada yang mangkoknya kecil. Lihat ukuran mangkok yang disajikan di meja sebelah saja sudah tidak lagi lapar. Maka kami hanya pesan dua mangkok untuk tiga orang.
Panas. Austin begitu panas di musim panas. Apalagi tidak sehembus pun angin bertiup. Pun jam delapan malam.
Besoknya kami dari Austin ke San Antonio lebih dekat lagi: dua jam saja. Juga panas sekali. Sampai 38 derajat.
Dulu saya tidak mampir ke San Antonio Spurs. Kali ini ke gedung basketnya. Sekadar ingin kirim foto untuk mem-PHP cucu kembar saya yang sering juara basket antarpelajar.
Malamnya, ketika ke pinggir sungai Alamo yang penuh turis itu, tertatap papan restoran: Joe's Crab. Ini wajib dimasuki. Serba kepiting. Ingat masa-masa di Memphis maupun Nashville. Selalu ke Joe's Crab di dua kota itu.
Saya pun memesan menu seperti di Memphis. Pelayan melihat alroji di tangan. "Sudah jam 19.00. Sudah tidak bisa memesan menu itu," ujarnyi.
Saya usap-usap kepala. Lama. "Bisa, tapi harganya beda," ujarnyi. Keburu ingat Nashville. Saya anggukkan kepala.
Kami makan agak banyak malam itu. Perjalanan beberapa hari berikutnya tidak akan melewati kota besar.
BACA JUGA:Juri Hamil