Kisah Dakwah Para Dai di Wilayah 3T, Tantangan Berat Tebar Kedamaian

Pendakwah yang dikirimkan ke wilayah 3T--(ANTARA/HO-Kemenag)
Tak hanya berdakwah secara langsung, Mumu juga berkomitmen untuk tetap membimbing masyarakat secara daring setelah kembali ke Bogor.
Selain itu, ia membuka kesempatan bagi pemuda setempat yang ingin mendalami ilmu agama di Jawa. Bahkan, ia siap menanggung biaya hidup dan pendidikan mereka, sementara pihak keluarga hanya perlu menyiapkan biaya perjalanan.
"Saya ingin membantu anak-anak di sini mendapatkan pendidikan agama yang lebih baik. Keluarga cukup menanggung tiket perjalanan, selebihnya saya yang akan mengurusnya," ujar Mumu.
Mumu Nazmudin adalah salah satu dai yang mengabdi di wilayah 3T dengan membawa pesan dakwah yang damai dan penuh toleransi.
Pengalamannya di Toraja Utara bukan sekadar menyampaikan ajaran agama, tetapi juga merajut harmoni dalam keberagaman. Meski dihadapkan pada tantangan akses dan kendala bahasa, hal itu justru semakin menguatkan tekadnya untuk terus berkontribusi bagi umat.
BACA JUGA:Momentum Nuzulul Qur’an: Refleksi Perbaikan Ekonomi Umat
Pengalaman serupa juga dialami oleh Musyawir (38), yang setahun sebelumnya menjadi bagian dari 500 dai yang dikirim ke wilayah 3T. Pada Ramadhan 2024, ia mendapat tugas berdakwah di Papua Barat, tepatnya di Kelurahan Kroy, Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana.
Musyawir menceritakan bahwa Kabupaten Kaimana memiliki wilayah yang sangat luas dengan akses transportasi yang cukup menantang. Tidak ada jalur darat yang menghubungkan satu distrik dengan distrik lainnya, maupun antara distrik dan kota, bahkan antarkampung. Satu-satunya pilihan perjalanan adalah melalui jalur laut dan sungai.
Dari segi demografi, penduduk Kabupaten Kaimana hampir seimbang antara pemeluk Islam dan non-muslim, dengan persentase 47 persen muslim dan 53 persen non-muslim.
Mayoritas masyarakat di sana bekerja sebagai nelayan, sementara sebagian lainnya berkebun kelapa dan pala. Keberagaman budaya juga sangat terasa, mengingat Kaimana dihuni oleh delapan suku adat dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
Berdakwah di Papua, khususnya di Kaimana, bukanlah tugas yang mudah. Setiap perjalanan dakwah ke kampung-kampung muslim harus ditempuh melalui lautan lepas dengan gelombang besar dan angin kencang yang bisa menjadi ancaman kapan saja. Risiko yang dihadapi bukan hanya kesulitan akses, tetapi juga keselamatan jiwa.
BACA JUGA:Membangun Masyarakat Cerdas Finansial Hingga ke Pelosok
Selain itu, dai yang bertugas juga harus siap berkorban secara materi, karena biaya perjalanan ke daerah terpencil cukup tinggi.
Meski penuh tantangan, Musyawir tetap berkomitmen menjalankan pembinaan keagamaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Ia mengajarkan berbagai aspek keislaman, seperti mengaji, tahsin qiraah, praktik wudhu, hingga tata cara memandikan, mengafani, dan menyalatkan jenazah.
Papua memiliki karakteristik unik yang menuntut para dai menerapkan strategi khusus dalam berdakwah.