Kisah Dakwah Para Dai di Wilayah 3T, Tantangan Berat Tebar Kedamaian

Pendakwah yang dikirimkan ke wilayah 3T--(ANTARA/HO-Kemenag)
Salah satu pendekatan yang efektif adalah berbaur langsung dengan masyarakat, menyesuaikan diri dengan budaya setempat, serta tidak menunjukkan perbedaan mencolok, seperti berpakaian lebih mewah dari mereka. Selain itu, nasihat diberikan dengan cara yang bijak ketika ada kesalahan, dan kebersihan diajarkan secara perlahan tanpa kesan menggurui.
Jika seorang dai tampil dan bersikap seperti dai di kota, masyarakat Papua justru bisa merasa minder dan enggan berinteraksi. Hal ini dapat membuat mereka semakin menjauh dari dakwah Islam, sehingga pendekatan yang lebih membumi menjadi kunci keberhasilan.
"Ikuti arus tapi jangan terbawa arus. Ikuti kebiasaannya yang tidak melanggar syariat, dan mengingatkan di saat melakukan kesalahan," kata Musyawir.
BACA JUGA:Efek Sihir TikTok, Siapa Saja Bisa Jadi Selebriti?
Bagi Musyawir, berdakwah di wilayah 3T adalah pengalaman yang penuh tantangan sekaligus menyenangkan. Kondisi ini mengingatkannya pada perjuangan Nabi Muhammad saw., yang menghadapi berbagai kesulitan dan risiko dalam menyebarkan dakwah.
Menjalin Harmoni Sosial
Pada 2025, Kementerian Agama mengirimkan 1.000 dai dan daiyah dari berbagai daerah di Indonesia untuk berdakwah di wilayah 3T, daerah khusus, hingga luar negeri.
Selain memperkuat dakwah di dalam negeri, Kemenag juga memperluas akses layanan keagamaan bagi diaspora Indonesia dengan menugaskan lima dai ke Australia, Jerman, dan Selandia Baru. Mereka yang dikirim ke luar negeri merupakan juara MTQ tingkat nasional.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, mengapresiasi dedikasi para dai yang bertugas di wilayah 3T. Menurutnya, kehadiran mereka memainkan peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam yang moderat, damai, dan penuh toleransi, sehingga layanan keagamaan dapat menjangkau pelosok negeri.
Kehadiran para dai di wilayah 3T memiliki peran strategis dalam membangun harmoni sosial dan memperkuat pemahaman keagamaan yang inklusif. Kementerian Agama pun berkomitmen untuk terus mendukung mereka agar dapat menjalankan tugas dengan lebih optimal.
BACA JUGA:MUI Ingatkan Dai Jaga Kata dalam Dakwah di Era Digital
Lebih dari sekadar menyebarkan syiar Islam, para dai ini juga menjadi solusi atas berbagai persoalan masyarakat, mulai dari rumah tangga, ekonomi, pendidikan, hingga pencegahan stunting.
Sejak program ini menjadi agenda tahunan pada 2023, banyak dai yang justru memilih untuk menetap di daerah tempat mereka bertugas. Tak sedikit pula yang menikah dengan warga setempat, karena bagi mereka, dakwah bukan sekadar tugas, melainkan bagian dari perjalanan hidup. (Antara)