Dari Kemudi ke Cangkul, Menanam Harapan di Ladang Cabai

Sejumlah petani yang tergabung dalam kelompok tani Mitra Bersama dengan pak Tommy Taasora saat melakukan panen cabai untuk kesekian kalinya, di Manado-Nancy L Tigauw-ANTARA

Sampai akhirnya ia memanfaatkan lahan kosong milik seorang pengusaha di pinggiran Kota Manado seluas 1,5 hektare yang telah lama tidak ditanami. Mulailah Tommy menggarap secara perlahan-lahan dengan modal awal yang ia miliki.

Walaupun membutuhkan biaya dan kerja yang lebih keras membuka lahan pertanian, semangat Tommy tidak pudar; dia tetap bersemangat karena terus didukung oleh istri dan anak-anaknya serta ibunya.

Musim panen pertamanya tidak mudah. Ayah dari seorang Putri bernama Syalomita Taasora ini menghadapi ujian tanaman cabainya mendapat serangan hama. "Selain itu cuaca sering tak menentu, dan modal saya juga terbatas. Tapi dengan bimbingan ibu, saya bisa melewati kendala-kendala itu. Dan setelah itu, saya berhasil memanen cukup banyak cabai untuk dijual ke pasar lokal.

Saat pertama kali menerima uang hasil panennya, Tommy merasa sesuatu yang berbeda, kepuasan yang tak pernah ia dapatkan dari pekerjaannya sebelumnya.

BACA JUGA:Momentum Nuzulul Qur’an: Refleksi Perbaikan Ekonomi Umat

"Setelah bertani cabai, saya sekarang mulai bisa menata ekonomi keluarga. Tidak morat-marit. Bahkan bisa menabung untuk masa depan serta biaya sekolah anak-anak," kata Tommy.

Dari situ, ia semakin bersemangat. Ia memperluas lahannya. Untuk berbagi ilmu dan pengalaman, ia bergabung dalam kelompok tani Mitra Bersama. Dalam kelompok tani ini ia bekerja sama dengan petani lain, dan belajar cara menjual hasil panen dengan lebih baik, hingga dia mampu meraup omzet ratusan juta.

Abu Vulkanik Gunung Ruang

Namun, ujian kembali harus dihadapi Tommy dan para petani lain ketika pada April tahun lalu, Gunung Ruang meletus dengan dahsyat. Langit yang tadinya cerah berubah kelabu, dan hujan abu mengguyur Kota Manado dan sekitarnya tanpa ampun.

Cabai-cabai yang ia rawat berbulan-bulan dan sebentar lagi bisa dipanen habis dalam sekejap. Hatinya pedih. "Saya duduk di depan rumah kebun, menatap sisa-sisa ladang cabai yang kini hanya berupa batang hitam tertutup abu," tutur Tommy

Ayah dua putra dan putri ini bukan hanya kehilangan panen, tetapi juga nyaris seluruh modal terakhir yang ia miliki. Ia sudah berutang untuk membeli pupuk dan bibit, berharap panen kali ini bisa melunasi semuanya. "Kini yang tersisa hanyalah tanah yang tandus tertutup abu dan kantong yang kosong,"

BACA JUGA:Efek Sihir TikTok, Siapa Saja Bisa Jadi Selebriti?

Namun, Tommy bukan orang yang mudah menyerah. Ia mulai bergerak, dengan sisa-sisa modal yang ia miliki. Ia membeli bibit cabai dan pupuk serta perkakas, sembari ia mencari pekerjaan ke luar kota sebagai pemetik cengkih karena waktu itu panen raya cengkih, dan ia berhasil mengumpulkan dana untuk memulai lagi menanam cabai.

Tanahnya yang tertutup abu menjadi tantangan. Tommy belajar dari pengalaman dan mulai memperbaiki lahan dengan mencampur abu vulkanik dengan pupuk kandang.

Ia membaca dari internet bahwa abu gunung berapi bisa menyuburkan tanah dalam jangka panjang, asalkan dikelola dengan benar.

Selama berminggu-minggu, ia bekerja tanpa lelah. Ia menanam kembali cabai-cabai baru, kali ini dengan teknik yang lebih baik. Ia memasang mulsa plastik untuk melindungi tanah dari erosi dan menggunakan pupuk organik agar tanah cepat pulih.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan