Ekonom: Penerimaan Pajak Rendah di Awal Tahun Bukan Indikasi Perlambatan Ekonomi
Wajib pajak membuka lapor pajak di web Coretax di Jakarta, Selasa (11/2/2025)-Hanung Hambara-Jawa Pos
BELITONGEKSPRES.COM - Pelebaran defisit anggaran Indonesia pada awal tahun menjadi sorotan utama. Namun, pemerintah menegaskan bahwa belanja negara tetap berjalan sesuai dengan rencana yang telah dipetakan.
Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao, mengungkapkan bahwa target defisit fiskal tahun ini sebesar -2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) mungkin perlu dinaikkan sebesar 30–40 basis poin jika tren pendapatan yang melemah terus berlanjut.
Meskipun demikian, otoritas fiskal tetap berupaya menjaga defisit di bawah batas -3 persen dari PDB untuk menghindari tekanan terhadap pasar utang.
Di sisi lain, kebijakan fiskal juga menghadapi tantangan dalam hal alokasi anggaran untuk mendukung berbagai program strategis, termasuk lembaga investasi baru. Pelaku pasar masih menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan ini.
Meskipun terdapat kekhawatiran yang berkembang, imbal hasil obligasi hanya mengalami kenaikan terbatas, ditopang oleh permintaan yang kuat dari investor domestik.
BACA JUGA:Danantara Indonesia Kini Masuk 6 Besar SWF Terkuat Dunia
BACA JUGA:Komitmen Sri Mulyani Jaga APBN Tetap Dalam Koridor
Bank sentral kini memegang sekitar seperempat dari total obligasi yang beredar, meningkat signifikan dari hanya 10 persen pada akhir 2019. Sementara itu, nilai tukar rupiah tetap tertekan di tengah penguatan dolar AS secara global.
"Rupiah terhadap USD tetap di kisaran Rp 16.400 pekan ini, menjadikannya salah satu mata uang dengan kinerja terlemah di kawasan. Dengan ekspektasi bahwa dolar AS akan tetap kuat dalam beberapa bulan mendatang, rupiah kemungkinan masih akan menghadapi tekanan," kata Radhika pada 14 Maret.
Efisiensi dan Realokasi Anggaran
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menilai bahwa kekhawatiran terkait defisit fiskal lebih dipicu oleh isu efisiensi anggaran yang mencuat dalam beberapa bulan terakhir.
"Pemerintah secara rutin melakukan realokasi anggaran, terutama untuk pos-pos yang tidak berkaitan langsung dengan layanan publik seperti perjalanan dinas dan lainnya," ujarnya di Jakarta pada 13 Maret.
Menurutnya, pemerintah sedang menyusun rincian lebih lanjut mengenai realokasi anggaran. Meskipun ada pembicaraan tentang efisiensi, risiko fiskal dari sisi pengelolaan belanja dinilai masih terkendali, mengingat pemerintah tetap berpegang pada target belanja yang telah ditetapkan.
BACA JUGA:BI Targetkan Peningkatan Inklusi Keuangan Melalui Implementasi QRIS Tap
BACA JUGA:Banyak Ditemukan Masalah, Kemendag Bakal Evaluasi Tata Kelola Minyakita Setelah Lebaran 2025