Tuntutan Regulasi Baru Ojol Cermin "Gig Economy" di Ujung Revolusi

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (kelima kanan) didampingi Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer (keenam kanan) dan Staf Khusus Menaker Indra MH (ketiga kanan) berdialog dengan sejumlah pengemudi ojek daring yang tergabung dalam Serikat Pekerja-RENO ESNIR-ANTARA FOTO
Proposition 22 berhasil disahkan melalui referendum dengan dukungan mayoritas, namun kemudian dinyatakan tidak konstitusional oleh pengadilan pada tahun 2021, sebelum akhirnya dipulihkan kembali melalui banding di tahun 2023 (meski banding tidak mengabulkan seluruhnya, namun sebagian).
Bagi Indonesia sendiri, selain mengacu pada pengalaman negara lain dengan penyesuaian kondisi lokal, dalam jangka panjang, perubahan regulasi yang baik berpotensi menciptakan sistem transportasi yang lebih berkelanjutan dan adil.
Pengemudi akan mendapatkan kepastian ekonomi yang lebih baik, konsumen tetap mendapatkan layanan berkualitas, dan perusahaan dapat tetap berkembang dengan model bisnis yang lebih adaptif.
BACA JUGA:Infrastruktur Jaringan Gas & Reformasi Subsidi Energi
Kuncinya adalah mencari jalan tengah yang adil dan menciptakan keseimbangan antara hak pekerja, keberlanjutan bisnis, sekaligus daya beli masyarakat.
Dengan perencanaan yang matang dan pelibatan seluruh pemangku kepentingan, transformasi ini bisa menjadi langkah besar menuju ekosistem transportasi digital yang lebih berkeadilan di Indonesia. (antara)
Oleh: Hanni Sofia