DALAM dunia yang semakin kompleks, idealisme sering kali tampak seperti pelita kecil di tengah badai pragmatisme. Idealisme, yang merujuk pada keyakinan teguh terhadap prinsip dan nilai-nilai moral, sering kali dipandang sebagai sesuatu yang utopis dan sulit diterapkan dalam kehidupan nyata.
Sebaliknya, pragmatisme, yang menekankan pada pendekatan praktis dan hasil langsung, telah menjadi paradigma dominan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari politik, ekonomi, hingga hubungan sosial. Namun, pertanyaan yang selalu relevan untuk direnungkan adalah: apakah idealisme benar-benar tidak memiliki tempat di dunia modern ini, atau justru menjadi kebutuhan yang semakin mendesak?
Dinamika Idealisme dan Pragmatisme
Idealisme dan pragmatisme sering kali dipandang sebagai dua kutub yang bertolak belakang. Idealis cenderung memandang dunia melalui lensa harapan dan keyakinan bahwa perubahan besar dimulai dari visi dan prinsip yang kuat. Sebaliknya, pragmatis melihat dunia sebagai tempat di mana kompromi adalah kunci untuk mencapai tujuan.
Di tengah dinamika ini, konflik muncul ketika idealisme dianggap terlalu muluk dan tidak realistis, sementara pragmatisme kerap dituding mengorbankan nilai demi hasil instan. Dalam politik, misalnya, idealisme sering kali berbenturan dengan realitas kebutuhan untuk "bermain aman" demi mempertahankan kekuasaan. Dalam dunia bisnis, fokus pada keuntungan jangka pendek sering kali mengalahkan tanggung jawab sosial atau keberlanjutan.
BACA JUGA:Awas Polarisasi di Sekitar Anda! (Catatan Perjalanan Program APS 2024)
Namun, jika ditelaah lebih dalam, kedua pendekatan ini sebenarnya saling melengkapi. Idealisme memberikan arah dan tujuan, sementara pragmatisme menawarkan cara untuk mencapainya. Tantangannya adalah menemukan keseimbangan yang tepat agar keduanya dapat berjalan berdampingan.
Mengapa Idealisme Masih Penting
Di tengah kepungan pragmatisme, idealisme tetap penting karena ia berfungsi sebagai kompas moral. Tanpa idealisme, kita berisiko kehilangan arah dan terjebak dalam siklus mengejar hasil tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Contoh nyata adalah gerakan-gerakan sosial yang berhasil mengubah dunia. Perjuangan hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan perlindungan lingkungan semuanya bermula dari idealisme segelintir orang yang percaya bahwa dunia bisa menjadi tempat yang lebih baik. Meskipun awalnya dianggap tidak realistis, perjuangan ini pada akhirnya membawa perubahan besar yang kini kita nikmati.
Selain itu, idealisme juga memberikan harapan. Di tengah ketidakpastian global seperti krisis iklim, konflik geopolitik, dan ketimpangan sosial, idealisme memberikan keyakinan bahwa solusi tetap mungkin dicapai. Ia menginspirasi tindakan, mendorong kreativitas, dan memotivasi individu maupun kelompok untuk bertindak lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan dasar.
Pragmatisme sebagai Pendamping, Bukan Lawan
Namun, idealisme tanpa pragmatisme bisa menjadi sia-sia. Sebagus apa pun visi yang dimiliki, tanpa strategi praktis, ia hanya akan tetap menjadi mimpi. Di sinilah pragmatisme berperan sebagai pendamping yang membantu menerjemahkan idealisme ke dalam langkah nyata.
BACA JUGA:Kenaikan PPN dan Masa Depan Kelompok Menengah
Misalnya, dalam isu keberlanjutan lingkungan, idealisme mendorong kita untuk menginginkan dunia tanpa polusi dan penuh kehijauan. Namun, pragmatisme menuntut kita untuk mengakui bahwa perubahan ini tidak bisa terjadi dalam semalam. Diperlukan pendekatan bertahap, seperti transisi energi, insentif ekonomi, dan pengembangan teknologi ramah lingkungan.