Dalam konteks Pilkada 2024, ada tantangan unik bagi metode quick count dan polling karena lanskap politik yang semakin kompleks.
Kompetisi yang ketat di antara kandidat, pengaruh politik identitas, serta tingginya tingkat polarisasi masyarakat menciptakan dinamika yang tidak mudah diprediksi.
BACA JUGA:Urgensi Peningkatan Literasi Dasar di Indonesia
Dalam situasi ini, keakuratan quick count dan polling sangat ditentukan oleh integritas metodologi, representasi data, serta keterbukaan lembaga yang melakukannya.
Salah satu kekuatan quick count adalah kemampuannya memberikan gambaran awal yang cepat mengenai hasil pemilu.
Namun, efektivitasnya sering kali diragukan ketika terjadi ketidakselarasan antara hasil quick count dan perhitungan resmi KPU. Bahkan jika terjadi perbedaan yang jauh dari satu lembaga survei dengan lembaga survei lain maka memunculkan kecurigaan di masyarakat.
Meski selisih margin of error biasanya masih dalam batas wajar, perbedaan ini sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk membangun narasi delegitimasi hasil pemilu.
Pada Pilkada sebelumnya, beberapa pihak bahkan menuding lembaga survei telah berafiliasi dengan kandidat tertentu, sehingga hasil quick count dianggap bias.
Situasi ini tidak hanya menimbulkan ketidakpercayaan publik, tetapi juga menciptakan kerawanan politik yang berpotensi memperkeruh stabilitas sosial.
BACA JUGA:Menyeimbangkan Bandul Geopolitik dengan Diplomasi
Polling, di sisi lain, memiliki tantangan yang berbeda. Meski dilakukan jauh sebelum hari pemungutan suara, polling sering dikritik karena dianggap tidak mampu menangkap perubahan preferensi masyarakat yang sangat dinamis.
Responden polling sering kali hanya merepresentasikan kelompok tertentu, terutama di daerah-daerah yang memiliki keterbatasan akses komunikasi dan informasi.
Selain itu, tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga survei menjadi isu penting. Ketika masyarakat merasa bahwa polling digunakan untuk menggiring opini, hasilnya menjadi kurang relevan sebagai cerminan demokrasi.
Namun demikian, quick count dan polling tetap memiliki peran penting dalam Pilkada. Mereka membantu meningkatkan partisipasi publik, memberikan transparansi, serta menjadi alat untuk mengawasi kemungkinan kecurangan.
Pembelajaran Politik
Dalam konteks demokrasi Indonesia yang terus berkembang, kedua metode ini juga berfungsi sebagai mekanisme pembelajaran politik bagi masyarakat.
Tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa quick count dan polling digunakan secara etis, profesional, dan sesuai dengan standar ilmiah yang berlaku.