Siapa yang masih asing ketika mendengar tentang Kurikulum Merdeka? Kehadirannya tiba-tiba saja mengisi dan menggantikan kejenuhan belajar di sekolah-sekolah. Hal yang paling berwarna, yang dapat kita lihat dan rasakan adalah hadirnya program Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau kita singkat menjadi P5.
Beberapa tema ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan P5 yaitu Gaya Hidup Berkelanjutan, Kearifan Lokal, Bhinneka Tunggal Ika, Bangunlah Jiwa Raganya, Suara Demokrasi, Berekayasa dan Berteknologi, Kewirausahaan, Kebekerjaan, dan Budaya Kerja. Tema-tema tersebut nyatanya sangat menarik karena tidak hanya mengandalkan pengetahuan siswa, melainkan juga aplikasi pengetahuan siswa sehingga menumbuhkan keterampilan mandiri.
Tidak hanya itu, kegiatan P5 dapat menumbuhkan karakter luhur dan budaya ingin tahu. Hal-hal yang memang sudah lindap dalam pembelajaran adalah karakter luhur dan budaya yang selalu mempertanyakan sesuatu. Mengapa kepo dalam pembelajaran dipandang perlu?
Jangan selalu memandang kepo sebagai sifat yang negatif. Justru ketika kepo ditempatkan pada kegiatan yang baik, maka justru akan lebih bermanfaat. Contohnya, saat kegiatan P5 dengan tema kewirausahaan.
BACA JUGA:Pemilu 2024 atau Pemilu Milenial
BACA JUGA:Kelindan Etika Lingkungan dan Tobat Ekologis dalam Sastra
Siswa diajak menggali pengetahuan dasarnya tentang memasak hingga memasarkan produk. Sebagai contoh, di tingkat SMP, siswa diminta untuk mengolah hasil laut yaitu ikan yang sudah digiling untuk dijadikan getas, makanan olahan khas Bangka.
Secara tidak langsung kebiasaan siswa di rumah membantu orang tuanya akan terlihat dari kegiatan ini. Tidak hanya itu saja, minat siswa yang mungkin selama ini tidak terbiasa memasak di rumah akan tumbuh dari lingkungan yang menyenangkan seperti ini. Setelah berlelah dengan kegiatan pengolahan produk yang menyenangkan, siswa dapat memasarkan produknya.
Dalam kegiatan memasarkan produknya, sekolah memfasilitasi kegiatan pemasaran produk melalui kegiatan Bazar atau Pameran Produk P5. Begitu berartinya pembelajaran ini bukan? Ilmu yang didapatkan dari dua kegiatan produktif ini (mengolah dan memasarkan) akan menjadi bekal materi pengetahuan seumur hidup. Sangat pantas apabila kurikulum merdeka akan menghasilkan pembelajaran sepanjang hayat.
Selain kepo dalam hal mengolah produk seperti yang disebutkan di atas, pembelajaran di dalam kurikulum merdeka juga membangun karakter peduli dan bertanggung jawab terhadap sekitarnya. Untuk melestarikan kebiasaan dan produk lokal, siswa dapat mengaitkan pengolahan produk dengan kearifan lokal sekitarnya.
BACA JUGA:Selanjutnya Perang AS-Iran?
BACA JUGA:Indonesia Emas yang Hijau dan Adil
Misalkan, di Bangka sendiri sudah jarang tikar purun digunakan. Ini perlu dikembangkan untuk menjaga kebiasaan dari tradisi lama yaitu budaya gotong royong. Gotong royong dalam hal mencari purun, mengeringkan, bahkan mengolahnya menjadi tikar. Guru dan siswa-siswanya dapat bersama-sama ngebolang ke hutan di sekitar.
Bayangkan ketika hal ini dilakukan. Menyusuri jalan, melewati lelap, bahkan kelekak untuk mencari purun. Berhari-hari kemudian mengolah purun hingga jadi tikar. Benar-benar kegiatan ngebolang yang asyik, yang melibatkan pembelajaran yang seru.
Tidak ada yang salah ketika menjadi kepo bukan? Toh, hasil kekepoan itu sangat positif dan akan bertahan seumur hidup. Siapa tahu akan muncul pengusaha-pengusaha muda di antara generasi ini. Bayangkan saja, betapa konsumtif kehidupan saat ini.