Sektor Hulu Migas Tetap Menjadi Pilar Utama Ketahanan Energi Nasional di Era Prabowo-Gibran

Rabu 09 Oct 2024 - 19:06 WIB
Reporter : Erry Frayudi
Editor : Erry Frayudi

BELITONGEKSPRES.COM - Di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran, sektor hulu minyak dan gas (migas) akan tetap menjadi pilar utama untuk mencapai ketahanan energi nasional. Energi menjadi salah satu komponen penting dalam Asta Cita yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pertumbuhan ekonomi guna mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Ketahanan energi adalah fondasi penting dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, peran industri hulu migas masih sangat sentral dalam memenuhi kebutuhan energi nasional.

Pada akhir 2023, minyak dan gas bumi menyumbang 47 persen dari bauran energi Indonesia, sementara secara global angka tersebut mencapai 55,1 persen.

"Hingga tahun 2050, minyak dan gas bumi diperkirakan akan tetap mendominasi bauran energi global, karena energi baru terbarukan (EBT) masih menghadapi tantangan teknis dan ekonomi," jelas Komaidi di Jakarta pada Rabu, 9 Oktober.

BACA JUGA:Kemenkop UKM Fasilitasi Pelatihan dan Jaringan Bisnis pada 16 Ribu Usaha Mikro

BACA JUGA:Pemerintah Tambah Kuota FLPP 2024, BP Tapera Siap Penuhi Kebutuhan Perumahan

Ia menambahkan bahwa ketahanan energi tidak hanya berkaitan dengan sektor energi itu sendiri, tetapi juga sangat terkait dengan ketahanan ekonomi nasional. Pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6-8 persen mulai tahun 2025 untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

"Dengan target tersebut, konsumsi energi diperkirakan akan meningkat sekitar 1-1,5 kali lipat dari pertumbuhan ekonomi, sehingga pasokan energi yang stabil dan terjangkau menjadi kebutuhan mendesak," terangnya.

Studi dari ReforMiner Institute menunjukkan bahwa industri hulu migas memiliki keterkaitan erat dengan struktur ekonomi Indonesia, berhubungan dengan sekitar 120 sektor ekonomi dari total 185 sektor yang ada. Industri ini berkontribusi sekitar 85 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 81 persen tenaga kerja di seluruh Indonesia.

"Data ini menggarisbawahi pentingnya sektor ini dalam menjaga ketahanan energi dan ekonomi nasional," ujarnya.

BACA JUGA:Kemenkop UKM Targetkan 4 Persen Pelaku UMKM Miliki NIB Setiap Tahun

BACA JUGA:PT Tata Metal Lestari Melakukan Ekspor Perdana BJLAS dengan Break Bulk Shipment

Namun, Komaidi juga menyoroti bahwa jika sektor hulu migas tidak beroperasi, dampak ekonominya akan sangat besar. ReforMiner memperkirakan bahwa potensi kerugian meliputi hilangnya PDB senilai Rp 420 triliun, penerimaan negara Rp 200 triliun, dan investasi sekitar Rp 210 triliun.

Di sisi lain, kebutuhan impor migas diperkirakan akan melonjak drastis pada 2050, dengan nilai yang diproyeksikan mencapai Rp 2.500 triliun hingga Rp 3.500 triliun. Meski begitu, Komaidi menekankan bahwa kinerja industri hulu migas di Indonesia telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Rata-rata produksi minyak dan gas bumi Indonesia turun masing-masing 3,06 persen dan 1,87 persen per tahun antara 2013 dan 2023. Penurunan ini juga terlihat dari cadangan minyak dan gas yang menyusut masing-masing 5,34 persen dan 7,49 persen per tahun pada periode yang sama.

Kategori :