BELITONGEKSPRES.COM, JAKARTA - Praktik pinjaman online atau pinjol ilegal dan investasi ilegal masih terus berkembang dan semakin menjamur. Salah penyebabnya adalah rendah literasi digital masyarakat saat ini.
Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi di Jakarta, Jumat 12 Januari 2024
Menurut Friderica Widyasari Dewi, hal ini dipicu oleh rendahnya literasi keuangan masyarakat, yang membuat permintaan (demand) terhadap pinjol ilegal dan investasi ilegal semakin tinggi.
“Sehingga mereka tidak sadar akan pentingnya mengecek izin resmi dari otoritas yang berwenang sebelum berinvestasi pada produk/layanan keuangan yang ditawarkan,” ujar Friderica di Jakarta, Jumat 12 Januari 2024.
BACA JUGA:OJK Perintahkan Pemblokiran Rekening terkait Pinjol Ilegal dan Judi Online
BACA JUGA:Satgas PASTI OJK Blokir 22 Investasi Bodong, 625 Pinjol Ilegal dan Pinjaman Pribadi
Literasi keuangan digital masyarakat saat ini juga masih kurang memadai dalam menghadapi tawaran pinjol ilegal, terutama terkait dengan informasi yang ada di perangkat digital (ponsel).
Friderica, yang akrab dipanggil Kiki, menganggap bahwa The Casino Mentality atau sikap ingin cepat kaya tanpa kerja keras dalam waktu yang singkat di kalangan masyarakat juga menyebabkan praktik investasi ilegal.
“Selain itu, ada juga pengaruh dari lingkungan sosial yang mendorong seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam ‘peluang investasi’ agar tidak ketinggalan zaman,” katanya.
Kiki mengatakan bahwa praktik pinjol ilegal juga dipicu oleh banyaknya pinjol ilegal yang memakai server dari luar negeri. Ditambah lagi dengan kemudahan membuat aplikasi pinjol ilegal.
BACA JUGA:Yamaha Luncurkan Lexi LX 155, Kapasitas Mesin Naik
BACA JUGA:Fakta Mengejutkan Kasus Korupsi Timah di Babel, Mungkinlah Lebih dari Rp 22,78 Triliun
Menanggapi hal itu, Kiki menguraikan bahwa Satuan Tugas (Satgas) PASTI terus berusaha menelusuri pihak-pihak yang membuat aplikasi dengan mengenali URL dan name package.
“Sebagai contoh, dengan memblokir aplikasi atau link, memblokir rekening, nomor telepon, dan akun WhatsApp yang terkait dengan pelaku yang dilaporkan,” tuturnya.
Hal itu dilaksanakan dengan bekerja sama dengan tim siber patrol Kominfo dan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) seperti Google dan Meta.