BELITONGEKSPRES.COM - Putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada menuai tanggapan positif dari masyarakat Indonesia yang mendambakan demokrasi yang bersih dan bebas dari praktik politik dinasti.
Praktisi hukum tata negara serta masyarakat yang sadar hukum memuji putusan ini karena memberikan kebebasan yang lebih besar bagi rakyat dalam memilih pemimpin mereka.
Namun, muncul kekhawatiran di tengah masyarakat terkait implementasi putusan tersebut. Kekhawatiran ini beralasan, mengingat partai-partai politik di DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) tampaknya memiliki agenda tersendiri.
Baleg bahkan mengadakan sidang untuk membahas revisi UU Pilkada tanpa mengacu pada putusan MK, yang dianggap sebagai langkah kontroversial.
BACA JUGA:Terungkap, Ini Cara Helena Lim Hilangkan Bukti Bukti Transaksi Korupsi Timah
BACA JUGA:Peran Helena Lim dalam Kasus Korupsi Timah Rp 300 T: Fakta-Fakta Baru Terungkap Dalam Sidang
Tagar #KawalPutusanMK pun menjadi trending topic di media sosial X (dulu dikenal sebagai Twitter). Rapat yang diadakan Baleg bersama pemerintah dan DPD RI pada 21 Agustus 2024 membahas perubahan keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015, yang mengatur pemilihan kepala daerah.
Dalam rapat tersebut, Baleg DPR menyetujui revisi UU Pilkada, salah satunya mengenai batas usia calon kepala daerah.
Baleg sepakat bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun saat dilantik, sesuai dengan putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang dikeluarkan pada 29 Mei 2024.
Keputusan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Banyak yang menilai bahwa langkah Baleg ini adalah upaya untuk menghalangi putusan MK dan melanggengkan politik dinasti.
BACA JUGA:Anggaran RAPBN 2025 Capai Rp 3.613,1 Triliun, DPR Sarankan Fokus pada Program Pro Rakyat
BACA JUGA:Perkuat Pencegahan Pornografi, Pemerintah Siapkan Revisi Perpres 25/2012
Kekecewaan masyarakat ini juga terlihat di media sosial. Di platform seperti X dan Instagram, netizen mengunggah gambar bertuliskan "Peringatan Darurat" sebagai simbol protes. Beberapa akun media yang kritis terhadap pemerintah turut serta dalam kampanye ini, memperkuat seruan untuk menolak politik dinasti.
Gambar "Peringatan Darurat" tersebut memiliki makna historis, di mana pada masa lalu, ketika hanya ada TVRI di Indonesia, gambar ini digunakan oleh pemerintah sebagai tanda peringatan akan bahaya, seperti bencana atau kerusuhan.
Kini, simbol ini digunakan sebagai bentuk peringatan terhadap ancaman terhadap demokrasi dan sistem hukum di Indonesia.