Pansel harus bisa memilih sosok-sosok terbaik dan berintegritas untuk memimpin KPK selama 5 tahun ke depan agar tidak ada lagi pimpinan yang tersandung dalam kasus tindak pidana ataupun pelanggaran etik.
Salah satu nama yang mendaftarkan diri menjadi calon pemimpin (capim) KPK periode 2024--2029 adalah mantan Staf Ahli Kapolri Irjen Pol. Ike Edwin. Ia kembali mengajukan diri setelah pernah mendaftarkan diri sebagai capim KPK periode 2019--2023.
Namun, terlepas dari siapa pun orangnya, satu aspek penting yang harus menjadi perhatian pansel adalah latar belakang yang dimiliki oleh para calon. Hal itu juga ditekankan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Menurutnya, model seleksi harus lebih banyak didasarkan pada latar belakang individu serta pengalaman mereka di bidang hukum ataupun keuangan ketimbang dari hasil tes asesmen semata. Ia menyebut ada calon pemimpin yang berkualitas, namun terkendala oleh tes asesmen yang masih mengandalkan kecepatan tangan, seperti tes pauli, sehingga gagal lolos.
BACA JUGA:Memantapkan Tonggak Transisi Ibu Kota Negara dari Persiapan HUT RI
Pada usia tua, gerak tangan dengan otak sulit dikoordinasikan, terlebih juga karena sudah jarang menulis sehingga tes asesmen pun tidak bisa dijadikan patokan baik atau tidaknya seorang capim. Ia berpendapat proses seleksi capim KPK sudah seharusnya lebih luwes seperti mencari CEO baru, bukan seperti mencari pegawai baru yang penilaiannya dilakukan secara rigid.
Mantan pimpinan KPK, Thony Saut Situmorang, juga mengatakan hal yang sama. Sosok individu yang tulus mengabdi untuk memberantas korupsi harus menjadi pertimbangan bagi pansel.
Walaupun dia digaji Pemerintah, dia sebenarnya bertanggung jawab kepada dirinya dan Tuhannya,†kata Saut.
Sosok tersebut tak perlu berasal dari kalangan aparat penegak hukum. Masyarakat sipil yang memiliki sikap yang tegas untuk memberantas korupsi di tanah air juga harus dilibatkan.
BACA JUGA:Melawan Hoaks Lewat Filsafat Sebagai Filter Berpikir Rasional
Pada intinya, dua tokoh tersebut menekankan nilai yang sama, yakni integritas. Nilai itu adalah poin utama dan mendasar yang harus ada di dalam diri sosok yang akan memberantas korupsi. Jika capim tersandung masalah integritas dan jejak rekamnya bermasalah, sudah seharusnya dicoret.
Jika hal di atas adalah pendapat para tokoh yang pernah dan sedang menjabat sebagai pemimpin KPK, kini beralih ke aspirasi dari koalisi masyarakat. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani berpendapat bahwa kalangan masyarakat sipil harus dilibatkan dan mendapatkan porsi yang signifikan dalam KPK untuk memberantas korupsi.
Masyarakat sipil tidak berada di bawah struktur komando dan tidak tunduk di bawah struktur politik sehingga terbebas dari kemungkinan-kemungkinan adanya berat sebelah dalam penegakan pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, calon pemimpin dari kalangan masyarakat pun harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan.
Tak hanya itu, pemimpin yang akan dipilih juga tidak boleh hanya mengerti hukum pemberantasan korupsi dan memiliki tekad yang kuat. Latar belakang kepemimpinan juga harus menjadi salah satu poin yang dipertimbangkan.
BACA JUGA:Memeriahkan Semangat Stepa di World Nomad Games
Calon pemimpin KPK harus memiliki karakter yang kuat dan berani mengambil keputusan. Pemimpin yang baik pasti akan menjaga hubungan dengan kolega-koleganya dan juga cakap berkoordinasi dengan dewan pengawas serta tim-tim di bawahnya, seperti penyidik dan deputi, sehingga pemberantasan korupsi semakin optimal.