Perluasan ini bertujuan untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa yang orang tuanya mampu secara finansial.
"Dengan pembatalan ini, saya rasa tidak akan ada masalah. Saya juga percaya bahwa kenaikan yang dilakukan sebelumnya hanya sebesar 3 persen atau 10 persen. Tidak ada yang mencapai ratusan persen," ujarnya.
BACA JUGA:SIM C1 Resmi Diluncurkan oleh Korlantas untuk Sepeda Motor Berkapasitas 250–500 Cc
BACA JUGA:Pertamina Patra Niaga Targetkan 100 SPBU Jual Pertamax Green 95 Ditahun 2024
Dengan pembatalan ini, sistem UKT akan kembali seperti tahun sebelumnya. Oleh karena itu, dia berharap tidak akan ada perdebatan yang berkelanjutan terkait dengan UKT.
Namun, bagaimana dengan mahasiswa baru yang sudah membayar UKT? Ganefri menjelaskan bahwa teknis pembatalan tersebut akan diatur oleh masing-masing PTN. Yang pasti, masyarakat tidak akan mengalami kerugian.
Selain itu, Ganefri menambahkan bahwa besaran UKT yang diumumkan hanya berlaku untuk calon mahasiswa melalui jalur seleksi nasional berbasis prestasi (SNBP), yang hanya mencakup 20 persen dari total kuota mahasiswa baru.
Sementara untuk seleksi nasional berbasis tes (SNBT) dan jalur mandiri masih belum diumumkan karena proses seleksi masih berlangsung.
"Jumlah mahasiswa yang membayar melalui SNBP tidak begitu banyak. Jumlahnya tidak signifikan," tambah rektor Universitas Negeri Padang (UNP) itu.
Setelah pembatalan kenaikan UKT, Ganefri berharap pemerintah dapat membantu operasional PTN melalui Bantuan Operasional Pendidikan Tinggi Negeri (BOPTN). Meskipun demikian, dia menegaskan bahwa bantuan pemerintah masih jauh dari cukup jika dilihat dari segi kebutuhan.
Kebijakan pembatalan kenaikan UKT disambut gembira oleh kalangan mahasiswa. Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, mengapresiasi keputusan tersebut.
"Alhamdulillah, kami mengapresiasi kabar baik ini. Namun, kami memiliki beberapa catatan terkait hal ini," ujarnya.
BACA JUGA:Usai Diperiksa Selama 5 Jam, Linda Sahabat Vina Cirebon Tak Kenal Pegi Setiawan
Salah satu catatan tersebut adalah terkait dengan respons lambat pemerintah dalam menanggapi isu-isu penting seperti UKT, iuran pengembangan institusi (IPI), dan juga pembungkaman suara-suara mahasiswa.
"Kami merasa prihatin dengan sistem pemerintahan saat ini. Penanganan isu hanya terjadi setelah isu tersebut menjadi viral," ungkapnya.