BACA JUGA:Ditangkap Saat Pulang Nguli, Pegi Setiawan Ganti Identitas Terkait Kasus Vina Cirebon
BACA JUGA:Pertamina Pasikan Ketersediaan BBM dan LPG subsidi di Babel aman Selama Libur Panjang
Menurutnya, meskipun terjadi lonjakan kasus, situasi transmisi Covid-19 masih terkendali sehingga belum memerlukan pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat.
Namun, ia mengingatkan bahwa meskipun Covid-19 sudah menjadi endemi, hal itu tidak berarti penyakit tersebut telah hilang, melainkan masih terkendali. Ini menandakan kemungkinan munculnya varian atau subvarian baru yang dapat menyebabkan lonjakan kasus atau bahkan kematian.
Oleh karena itu, ia mendorong agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, menggunakan masker ketika sakit, dan mengikuti program vaksinasi terutama bagi kelompok berisiko.
“Lakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti rajin mencuci tangan dan melakukan etika batuk/bersin. Jika merasa sakit, untuk dapat segera memeriksakan diri ke fasyankes terdekat, menggunakan masker, dan hindari untuk berkontak dengan banyak orang,” tambahnya.
Perlu diperhatikan bahwa varian KP.1 dan KP.2 yang menjadi penyebab lonjakan kasus Covid-19 di Singapura saat ini memiliki tingkat penularan yang rendah. Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa subvarian JN.1 ini menyebabkan penyakit yang parah.
"Belum ada indikasi, baik di global ataupun di lokal Singapura, bahwa dua subvarian ini menjadi lebih menular ataupun menjadi lebih dapat menyebabkan sakit berat, dibandingkan dengan varian yang lainnya,” ungkap Syahril.
BACA JUGA:BBM Pertalite Diisukan Hilang Setelah Juni? Ini Tanggapan Pemerintah
BACA JUGA:Kemenag Menilai Garuda Indonesia Dianggap Gagal pada Musim Haji 2024
Menurut data Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) yang dikeluarkan oleh ASEAN BioDiaspora Virtual Center per 19 Mei 2024, varian JN.1 mendominasi kawasan ASEAN.
Selain itu, untuk subvarian KP tidak hanya terdeteksi di Singapura, tetapi juga di negara-negara lain seperti Malaysia, Thailand, dan Kamboja.
“Sampai Mei 2024, kasus COVID-19 yang beredar di Indonesia didominasi oleh subvarian Omicron JN.1.1, JN.1, dan JN.1.39. Kalau subvarian KP, belum ditemukan,” tambah Syahril.
"Akan tetapi, kewaspadaan harus tetap kita jaga," pungkasnya.