BACA JUGA:Pentingnya literasi atasi kriminalitas di era digital
Belakangan ini, muncul opsi terbuka untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI-rate. Dengan menaikkan suku bunga acuan, harapannya dapat menahan laju pelemahan rupiah agar tak terperosok semakin dalam.
Apalagi, ketidakpastian di pasar keuangan global saat ini masih sangat tinggi dan dapat dengan cepat berubah drastis. Kondisi geopolitik dan antisipasi rilis beberapa data di AS pun menjadi sangat penting dan berpengaruh.
Namun, ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan periode 2014-2016, Bambang Brodjonegoro, menilai keputusan untuk menaikkan BI-rate bukanlah langkah yang tepat mengingat penguatan dolar AS terjadi terhadap hampir semua mata uang negara lainnya.
Sedangkan Faisal, ekonom dari PermataBank, memandang bahwa langkah untuk menaikkan suku bunga acuan akan menjadi opsi terakhir bagi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Sebagai informasi, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen pada Maret lalu. Pada pekan depan atau pada 23-24 April 2024, BI dijadwalkan kembali menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang salah satunya untuk menetapkan besaran suku bunga acuan.
BI, sebagai bank sentral yang mengatur kebijakan moneter di Indonesia, sebenarnya memiliki langkah andalan untuk menahan laju pelemahan rupiah salah satunya yaitu dengan melakukan intervensi rangkap tiga atau triple intervention.
Untuk menjaga kestabilan rupiah kali ini, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI, Edi Susianto, mengatakan bahwa BI menjaga keseimbangan supply-demand valuta asing di pasar melalui triple intervention yang dilakukan terutama di spot dan domestic non-deliverable forward (DNDF).
Selain itu, BI juga meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong aliran modal masuk asing atau capital inflow seperti lewat daya tarik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost.
BACA JUGA:Kiat menggunakan THR secara bijak berdasarkan skala prioritas
BACA JUGA:Jurus Menjawab Darurat PanganFaisal, ekonom PermataBank, menilai bahwa langkah-langkah dilakukan BI saat ini sudah tepat karena bank sentral itu memiliki amunisi yang cukup kuat untuk melakukan intervensi.
Hal ini terbukti dengan besaran depresiasi rupiah pada Rabu 17 April yang lebih kecil yaitu sebesar 0,28 persen pada penutupan perdagangan jika dibandingkan pada Selasa 16 April yang dibuka merosot sebesar 1,51 persen. Juga pada Kamis pagi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS meningkat 0,27 persen dan diperkirakan akan rebound.
Untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut, Bl juga sebenarnya masih mempunyai amunisi yang cukup banyak dan kuat ditopang oleh cadangan devisa yang masih terbilang relatif tinggi sehingga Bl masih bisa akan terus masuk dan melakukan intervensi ke pasar.
Menurut BI, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2024 tetap tinggi sebesar 140,4 miliar dolar AS meski menurun dibandingkan posisi pada akhir Februari 2024 sebesar 144,0 miliar dolar AS.
BI pun menilai, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Di sisi lain, upaya menjaga kestabilan rupiah secara berkelanjutan tak hanya dititikberatkan pada otoritas moneter. Yang tak boleh terlewatkan, upaya penguatan rupiah kembali perlu didukung oleh langkah-langkah strategis pemerintah.