Rami, alternatif ramah lingkungan untuk masa depan tekstil Indonesia

Minggu 17 Mar 2024 - 21:44 WIB
Oleh: Shofi Ayudiana

Dalam proses produksinya, Wibowo bekerja sama dengan sebuah koperasi di Wonosobo yang saat ini memiliki 20 anggota. Kerja sama ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari petani rami, perajin yang memintal serat rami menjadi benang, perajin yang menenun dan merajut benang menjadi kain, hingga penjahit yang membuat pakaian dari kain tersebut. Koperasi tersebut juga memasarkan produknya sendiri.

BACA JUGA:Nurohmad, merajut sampah menjadi berkah

Widodo yakin serat rami sangat potensial karena cukup mudah untuk dibudidayakan di Indonesia. Tumbuhan rami umumnya membutuhkan waktu 3-4 bulan dari penanaman hingga panen.

Setelah panen, batang rami dipisahkan dan direndam untuk melarutkan perekatnya. Serat yang dihasilkan kemudian dipintal menjadi benang dan ditenun menjadi kain. Proses penenunan dapat dilakukan dengan tangan atau mesin.

Kain rami dapat diputihkan, diwarnai dan diberi polesan akhir untuk meningkatkan kualitasnya. Kain rami juga bisa diolah lagi menjadi kain batik ataupun kain ecoprint.

Kualitas kain rami akan sangat dipengaruhi oleh serat, metode pengolahan, dan alat yang digunakan. Pada umumnya semakin tipis benang yang digunakan, semakin halus kain rami yang dihasilkan. Sebaliknya, makin tebal benang, maka kain rami yang dihasilkan juga akan cenderung kasar.

Oleh karena itu, pentingnya alat yang lebih modern agar dapat menghasilkan kain rami yang lebih halus.

Tantangan

Wibowo mengatakan bahwa dia belum memproduksi kain dari serat rami ini secara massal karena masih dalam tahap pengembangan dan masih melihat potensi pasarnya. Saat ini, dia lebih banyak menyuplai bahan mentah serat alam kepada perusahaan-perusahaan eksportir.

BACA JUGA:Kiat Hadi Tjahjanto menciptakan suasana tenteram pascapemilu

Serat alam Indonesia sangat menarik pasar global. Widodo kebanjiran permintaan ekspor dari berbagai negara, seperti Korea Selatan, Jepang, dan China. Hanya saja, dia terkendala modal dan ketersediaan lahan untuk memenuhi permintaan tersebut.

Keterbatasan teknologi, modal, dan lahan juga menjadi tantangan Wibowo untuk mengembangkan usahanya ini.

Untuk memintal serat rami menjadi benang pun hanya dapat dilakukan dengan mesin seadanya, sehingga benang yang dihasilkan dari serat rami tergolong lebih tebal dibandingkan yang dihasilkan oleh pabrik tekstil besar.

Permasalahan bagi UMKM kecil adalah teknologinya. Mereka tidak memiliki teknologi seperti pabrik besar yang mampu berproduksi secara massal.

Ia berharap ada kebijakan pemerintah untuk menjadikan tekstil berbahan baku serat alam ini menjadi salah satu prioritas dalam upaya menjaga ketahanan sandang Indonesia.

Diharapkan rami dan serat-serat alam lainnya yang ada di Indonesia ini dapat terus dikembangkan dan menjadi alternatif bahan baku pakaian, selain kapas. Dengan adanya serat alam lain juga diharapkan impor kapas bisa ditekan.

Kategori :