Daya Beli Merosot, Deflasi Jadi Sinyal Bahaya Ekonomi?'

Rabu 05 Feb 2025 - 22:18 WIB
Oleh: Hanni Sofia

JAKARTA - Deflasi sebesar 0,76 persen pada Januari 2025 yang diumumkan Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mungkin terdengar seperti kabar baik. Harga barang dan jasa yang turun seharusnya meringankan beban masyarakat.

Namun sejatinya, di balik angka ini, ada sinyal yang lebih mengkhawatirkan, yaitu daya beli masyarakat melemah, konsumsi melambat, dan roda ekonomi kehilangan momentum.

Dalam kondisi normal, penurunan harga terjadi karena peningkatan produktivitas atau inovasi yang membuat barang lebih murah. Tetapi kali ini, penyebabnya berbeda.

Deflasi yang terjadi bukanlah cerminan ekonomi yang sehat, melainkan refleksi dari permintaan masyarakat yang lesu.

BACA JUGA:Strategi Diplomasi Ekonomi Indonesia di Era Trump

Konsumsi rumah tangga, yang selama ini menyumbang lebih dari 55 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), mengalami tekanan serius.

Masyarakat lebih memilih menahan belanja, mengutamakan kebutuhan pokok, atau bahkan menunda pembelian barang-barang sekunder dan tersier.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia terus menurun sejak pertengahan 2024, menandakan pesimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi.

Jika pada 2019 kelas menengah mencakup 21,5 persen dari populasi, kini angkanya turun menjadi 17,1 persen. Sekitar 10 juta individu yang dulu memiliki daya beli cukup kuat kini berada dalam ketidakpastian ekonomi.

Mereka bukan kelompok miskin yang mendapat bantuan sosial, tetapi juga bukan lagi kelas menengah yang dapat berkontribusi besar pada konsumsi.

BACA JUGA:Menyingkap Tirai Gelap Perundungan

Bagi dunia usaha, ini adalah krisis yang berkembang. Sektor ritel dan manufaktur, yang sangat bergantung pada konsumsi domestik, menghadapi tantangan besar.

Indeks penjualan ritel terus menurun sejak kuartal ketiga 2024, dengan beberapa pengusaha melaporkan penurunan penjualan hingga 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Dengan berkurangnya permintaan, banyak usaha kecil dan menengah (UKM) kesulitan bertahan. Sebagian terpaksa mengurangi produksi, sementara yang lain harus memangkas tenaga kerja, menciptakan efek domino yang semakin memperparah pelemahan daya beli.

Tidak hanya itu, deflasi juga berdampak pada penerimaan negara. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang menjadi indikator aktivitas konsumsi, menunjukkan perlambatan.

Kategori :