Pertumbuhan Ekonomi RI Ditengah Lesunya Sektor Manufaktur
Seorang pekerja memeriksa koil baja untuk bahan dasar pipa baja di Pabrik PT BPI, anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (25/1/2024). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/rwa.--
Indonesia melewati kuartal II 2024 dengan catatan pertumbuhan ekonomi 5,05 persen secara tahunan (yoy) dan 3,79 persen secara kuartalan (qtq).
Pemerintah mengklaim capaian ini terbilang cukup baik dibandingkan negara lain karena negara lain seperti China mencatat pertumbuhan ekonomi secara tahunan sebesar 4,7 persen (yoy), Singapura (2,9 persen), Korea Selatan (2,3 persen), dan Meksiko (2,24 persen). Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mampu tumbuh 5,8 persen (yoy).
Indonesia sejauh ini mampu mencetak pertumbuhan ekonomi secara konsisten di level 5 persen sejak tahun 2022. Dalam kondisi perekonomian global yang dipenuhi sentimen negatif, 5 persen seakan menjadi angka aman bagi Indonesia.
Apalagi semenjak mengalami keterpurukan ekonomi saat pandemi COVID-19 yang sempat menyeret ekonomi Indonesia di minus 5,32 persen pada kuartal II 2020. Berlalunya masa pandemi seakan menjadi angin segar yang memulihkan perputaran ekonomi domestik hingga laju ekspor Tanah Air.
BACA JUGA:Menjaga Inflasi Tetap Terkendali dalam Sasaran
Pun di balik pertumbuhan ekonomi yang konsisten, tahun ini ada suatu anomali di balik capaian 5 persen perekonomian Indonesia, mulai dari penurunan daya beli masyarakat, Indeks Manajer Pembelian alias Purchasing Managers’s Index (PMI) Manufaktur yang mengalami kontraksi, hingga maraknya pengakhiran hubungan kerja (PHK) di beberapa industri.
Dari daya beli turun hingga badai PHK
Kendati mencatat pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil, pada tahun ini Indonesia dihantui adanya penurunan daya beli masyarakat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga kuartal II 2024 tercatat sebesar 4,93 persen (yoy), masih di bawah pertumbuhan nasional yang sebesar 5 persen.
BACA JUGA:Kesinambungan Kunci Estafet Kepemimpinan
Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 2023 dan 2022 yang masing-masing sebesar 5,22 persen (yoy) dan 5,52 persen (yoy).
Hal yang sama juga dialami kuartal I 2024, pengeluaran konsumsi rumah tangga mencatatkan pertumbuhan 4,91 persen (yoy) yang mana juga masih di bawah pertumbuhan nasional. Hal ini disinyalir menjadi indikator adanya penurunan konsumsi masyarakat.
Menyadur tulisan ekonom yang juga mantan Menteri Keuangan Chatib Basri dalam opininya di harian Kompas, penurunan daya beli masyarakat paling ketara terjadi di kalangan masyarakat menengah.
Mandiri Spending Index (MSI) mencatat porsi pengeluaran untuk bahan makanan (groceries) meningkat dari 13,9 persen menjadi 27,4 persen dari total pengeluaran.