Pertumbuhan Ekonomi RI Ditengah Lesunya Sektor Manufaktur
Seorang pekerja memeriksa koil baja untuk bahan dasar pipa baja di Pabrik PT BPI, anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (25/1/2024). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/rwa.--
BACA JUGA:'Pohon Beringin' Bergoyang Ditengah Isu 'Reshuffle' Kabinet
Hal ini berarti jika pendapatan menurun, sedangkan konsumsi makanan tetap, maka porsi konsumsi makanan dalam total pengeluarannya akan meningkat. Oleh karena itu, kenaikan porsi makanan dalam total belanja mencerminkan menurunnya daya beli.
Selain itu, Badan Pusat Statistik melaporkan pada Juli 2024 Indonesia mengalami deflasi bulanan sebesar 0,18 persen (mtm) dengan tingkat inflasi tahun kalender sebesar 0,89 persen (ytd).
Angka tersebut menandakan Indonesia telah mengalami deflasi secara 3 bulan berturut-turut, bahkan deflasi bulan ini tercatat lebih dalam dibandingkan bulan Juni yang sebesar minus 0,08 persen (mtm).
Deflasi beruntun semacam ini juga dapat menjadi pertanda penurunan daya beli masyarakat karena deflasi berarti terjadi penurunan harga komoditas dan barang.
BACA JUGA:Upaya-upaya Memacu UMKM Menembus Pasar Global
Untuk itu, permasalahan daya beli masyarakat perlu menjadi perhatian Pemerintah karena secara tidak langsung tingkat konsumsi masyarakat bakal memengaruhi ketahanan industri dalam negeri yang berujung pada pertumbuhan ekonomi di kuartal selanjutnya.
Daya beli masyarakat yang stagnan, bahkan cenderung menurun hingga isu PHK menjadi problema yang saling berkaitan satu sama lain.
Bulan Juni tahun ini juga disambut dengan Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur yang turun ke zona kontraksi 49,3 dari sebelumnya yang sebesar 50,7. PMI Manufaktur menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sektor manufaktur di suatu negara.
Setelah ekspansif selama 34 bulan berturut-turut, PMI Manufaktur Indonesia mengalami kontraksi 49,3 mencerminkan sektor manufaktur yang cenderung lesu.
BACA JUGA:Menyempurnakan Layanan Kesehatan Daring di Indonesia
Tak hanya Indonesia yang mengalami perlambatan di sektor manufaktur, negara lain juga mengalami hal yang sama. Jepang contohnya, yang berada di angka 49,2, sementara China tercatat 49,8 dan Malaysia sebesar 49,7.
Kondisi manufaktur yang sedang lesu juga tercermin dari banyaknya PHK. Berdasarkan data terakhir Kementerian Ketenagakerjaan RI, per Juli 2024, tercatat 31.549 karyawan dari 34 provinsi terkena PHK.
Maka dari itu, Pemerintah perlu mengkaji dan memberikan solusi melalui kebijakan makroekonomi yang diarahkan untuk memperkuat sektor industri domestik, salah satunya dengan peraturan antidumping.
Terlepas dari perlunya evaluasi kebijakan makroekonomi, secara umum capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bertahan di atas 5 persen tetap patut diapresiasi.