Polri dalam Arsitektur Negara Demokrasi Modern

Polisi berkuda mengikuti apel gelar pasukan Operasi Lilin 2023 untuk pengamanan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 di Monas, Jakarta, Kamis (21/12/2023). -Rivan Awal Lingga/tom/am.-ANTARA FOTO

Dilanjutkan dengan agenda Polri Presisi yang dicanangkan pada 2022. Penguatan difokuskan pada empat pilar utama, berupa transformasi organisasi, transformasi pelayanan publik, transformasi operasional dan transformasi pengawasan.

Agenda ini telah menghasilkan kepercayaan publik yang terus meningkat setiap tahunnya. Dari 66 persen pada Agustus 2023 meningkat menjadi 73 persen pada Juni 2024 (Survei Litbang Kompas: 2024).

BACA JUGA:Mengurai Pelanggaran Hak Pekerja: Ketika Upah Tidak Lagi Menjadi Hak Mutlak

Munculnya berbagai momentum politik seperti pemilu dan pilkada serta kegiatan-kegiatan politik yang melibatkan masyarakat dan pembuat kebijakan di lapangan semakin memposisikan Polri dalam pemahaman mendalam terhadap demokrasi. Ada hak warga negara yang harus dilindungi yang juga harus berimbang dengan ketertiban umum.

Langkah-langkah antisipatif dan preventif dikembangkan tak hanya secara reaksioner, namun sistematis. Oleh karena itu, Polri mengembangkan langkah lanjutan Grand Strategy Polri 2025-2045 yang berfokus pada pengembangan karakter sipil dan demokratis, pengembangan inovasi pelayanan digital, dan pengembangan good governance pada kelembagaan Polri.

Kesadaran orientasi ini tentu sulit terjadi tanpa prasyarat kemandirian yang diatribusikan kepada Polri. Maka jika terjadi sesuatu yang perlu dikoreksi dari kinerja Polri sifatnya berupa perbaikan dan penguatan.

Kepolisian kita menganut Centralized System of Policing, yaitu sistem kepolisian yang terpusat dan berada langsung di bawah kendali presiden, dalam hal ini presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

Sistem ini memiliki kelebihan dalam hal komando atau langkah pengendalian, yurisdiksi lintas batas, standarisasi kerja (profesional, efisiensi dan efektifitas), dan ruang lingkup pengawasan yang luas.

BACA JUGA: Solusi Mengatasi 'Pandemi' Judi Online

Di sisi yang lain Centralized System of Policing memiliki kekurangan berupa rentang birokrasi yang panjang, kurang fleksibel dengan situasi lokal, kesenjangan dengan masyarakat dan rentan terhadap intervensi politik.

Di negara demokrasi, kelemahan tersebut bukan tidak mungkin untuk ditutupi. Dengan mekanisme check and balances dan kebebasan publik untuk bersuara, perbaikan dengan melibatkan masyarakat luas sangat terbuka dilakukan.

Misalnya, di Italia, belakangan ini dikembangkan program reforming police accountability in Italy (Repolty). Program ini dijalankan atas asumsi bahwa kepolisian adalah salah satu layanan publik utama yang disediakan oleh Negara. Untuk menjalankan fungsi ini, polisi diberi wewenang yang luas dan mudah disalahgunakan.

Cara masyarakat mengontrol pelaksanaan kekuasaan polisi umumnya dianggap sebagai indikator penting sifat demokratis suatu pemerintahan.

Di Finlandia, tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian sangat tinggi dengan konsep “keadilan prosedural accidental”, yaitu suatu bentuk tindakan kepolisian yang tidak sepenuhnya direncanakan, tetapi merupakan hasil dari kombinasi unsur-unsur budaya, hukum, dan operasional.

BACA JUGA:Makan Bergizi Gratis Harapan Baru bagi Anak Indonesia

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan