Keterlibatan Keluarga dalam Skandal Pencucian Uang Rafael Alun Terungkap di Persidangan
Terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rafael Alun Trisambodo berjabat tangan dengan tim jaksa usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/1/2024). -JAWAPOS.COM-DERY RIDWANSAH
Rafael Alun sendiri telah divonis bersalah dalam kasus ini oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa, Rafael dijatuhi pidana penjara selama 14 tahun serta denda sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, akan digantikan dengan hukuman kurungan selama 3 bulan. Selain hukuman pokok, Rafael juga dikenai hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 10 miliar.
Apabila Rafael gagal membayar uang pengganti dalam waktu yang telah ditentukan, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa KPK untuk dilelang dan hasilnya diserahkan kepada negara. Jika nilai harta yang disita tidak mencukupi, hukuman tambahan itu akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
BACA JUGA:Bahlil Lahadalia Bantah Isu Jokowi Bergabung dengan Partai Golkar
Dalam dakwaan, Rafael terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar terkait dengan aktivitas perpajakan. Uang gratifikasi tersebut diterima melalui beberapa perusahaan, di antaranya PT Artha Mega Ekadhana (ARME), PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Krisna Bali International Cargo. Ernie, istri Rafael, tercatat sebagai komisaris dan pemegang saham di PT ARME, PT Cubes Consulting, dan PT Bukit Hijau Asri.
Adik Rafael, Gangsar Sulaksono, juga terlibat sebagai pemegang saham di PT Cubes Consulting. Kolaborasi ini menunjukkan bagaimana jaringan keluarga Rafael terlibat secara langsung dalam alur pencucian uang yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Dalam periode 2003-2010, Rafael bersama Ernie didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 5.101.503.466, disertai penerimaan lain senilai Rp 31.727.322.416.
Di periode 2011-2023, jumlah yang diduga dicuci mencapai Rp 11.543.302.671, ditambah penerimaan dalam bentuk mata uang asing sebesar SGD 2.098.365 dan USD 937.900 serta uang tunai sebesar Rp 14.557.334.857.
Rafael menempatkan aset-asetnya yang patut diduga berasal dari tindak pidana ini dalam penyedia jasa keuangan, selain itu ia juga membeli aset berupa tanah, bangunan, kendaraan roda dua dan empat, serta perhiasan.
BACA JUGA:Ibas Apresiasi Pembentukan BPI Danantara Sebagai Pilar Penguatan Ekonomi Nasional
Berdasarkan peraturan hukum, Rafael dinyatakan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ia juga melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang serta Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kasus ini menunjukkan kompleksitas jaringan keluarga dalam tindak pidana pencucian uang dan semakin memperlihatkan kebutuhan akan pengawasan ketat terhadap aset-aset yang diperoleh melalui praktik korupsi di Indonesia. (jpc)