Machmud Algae
Dahlan Iskan--
Awalnya untuk memanen algae itu Machmud menggunakan saringan kain blaco. Air kolam yang sudah padat algae diayak pakai kain.
Airnya jatuh, algae-nya tertahan di kain. Ternyata banyak algae yang ikut terbuang bersama air. Dari situ Machmud mengganti saringan kain dengan membran dengan lubang-lubang 50 micron.
Dua tahun lamanya usaha rintisan itu tidak memberikan hasil. Tepung algae yang dikeringkannya sulit diterima pasar. Harganya terlalu mahal.
Setelah banyak belajar dari kesalahan lama Machmud membangun kolam baru. Di tempat lain. Di tanah tegal milik ayahnya. Luasnya 6000 m2.
Machmud kian tahu: kualitas air sangat menentukan. Maka di lokasi baru itu ia membuat sumber air sendiri. Sumur bor. Dari dalam tanah yang dalam.
Dari lokasi baru ini Machmud mulai melihat titik terang. Kuliahnya juga sudah selesai. Bahkan ia mendapat bisa mendapat karyawan yang punya keahlian di bidang algae. Namanya: Mohammad Zusron. Ia lulusan biologi UGM. Lalu mengambil master di Belanda: tentang algae.
Pulang dari Belanda, Zusron cari-cari informasi: apakah ada perusahaan bidang algae di Indonesia. Ketemulah perusahaan yang dimiliki Machmud. Ia minta magang di situ. Selesai magang Machmud memintanya kerja di perusahaannya.
Sang ahli punya peran penting dalam mengembangkan algae. Zusron kini menjadi direktur di kelompok usaha Machmud.
BACA JUGA:Disway Malang
Machmud terpikir usaha algae ketika masih mahasiswa di Undip. Sambil kuliah Machmud ikut MLM –multilevel marketing.
Salah satu produk yang harus ia jual di MLM adalah kapsul spirulina. Kok mahal. Kok laku.
Machmud pun mencari tahu: apa bahan baku spirulina. Ternyata algae. Machmud pun mencari tahu bagaimana cara mengembangkan algae.
Kebetulan dosennya di Undip lagi punya proyek penelitian algae. Yakni bisakah algae dikembangkan untuk menyelesaikan limbah di pabrik kelapa sawit. Agar limbah itu dimakan algae.
Machmud justru terpikir algae dijadikan bahan baku suplemen spirulina, kosmetik, dan bahan makanan.
Sebelum ikut MLM, Machmud juga sudah berbisnis. Untuk biaya kuliah. Ia jualan es krim. Di kampus Undip. Ayahnya membelikan mesin sederhana pembuat es krim.