Pentingnya Kearifan dalam Kampanye Pilkada Era Digital

Ilustrasi - Logo Pilkada serentak 2024 (ANTARA/Ilustrator/Kliwon)--

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan jadwal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang diawali dengan pendaftaran pasangan calon kepala daerah pada 27 Agustus hingga 29 Agustus 2024.

Setelah itu, KPU melakukan penelitian terhadap persyaratan pasangan calon pada 27 Agustus 2024 hingga 21 September 2024. Setelah itu, KPU menetapkan pasangan calon pada 22 September 2024.

Setelah pasangan calon ditetapkan, KPU membuka masa kampanye dari tanggal 25 September hingga 23 November, kemudian masa tenang untuk persiapan pemungutan suara pada 27 November 2024.

Pilkada 2024 agaknya berbeda dengan pilkada sebelumnya, karena pilkada kali ini berlangsung pada era digital, yang pola dan sistemnya jauh berbeda, bahkan kampanye pun mungkin tidak seperti pada pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Dalam konteks inilah, kearifan sikap dari kalangan masyarakat harus terus dijunjung tinggi, terutama menyikapi kampanye di dunia digital atau media sosial.

BACA JUGA:Menjaga Kelas Menengah untuk Ekonomi yang Stabil

Pada pilkada kali ini, pengerahan massa kemungkinan tidak seramai sebelumnya, meskipun bukan berarti kemeriahan kampanyenya tidak akan terlalu gaduh. Perbedaan itu terlatak pada pola kampanye yang panggungnya bergeser dari panggung nyata ke ruang digital.

Meskipun panggung itu di dunia maya, tidak berarti suasana akan lebih sepi. Bahkan, kampanye daring itu bisa lebih ramai karena dunia digital bersifat anonim, sehingga orang menjadi lebih bebas beradu pendapat mengenai calon pemimpin tertentu yang akan berlaga dalam pemilihan kepala daerah itu.

Menurut kalangan akademikus, keramaian saat kampanye Pilkada 2024 itu kemungkinan tidak lagi terkait tema politik identitas yang sudah mulai ditinggalkan masyarakat, khususnya generasi muda yang merupakan penghuni utama dunia digital.

Apalagi, generasi Z lebih tertarik pada tema ekonomi yang langsung dirasakan dampaknya, sehingga tema politik identitas, khususnya yang memanfaatkan agama untuk penggiringan opini, tampaknya tidak akan laku.

BACA JUGA:Melihat Transisi Energi di China Bagian Timur

Meskipun demikian, kegaduhan di dunia maya terkait kampanye pilkada itu harus tetap diwaspadai oleh semua pihak, termasuk masyarakat calon pemilih agar lebih berhati-hati menyampaikan pendapat terkait pemilihan maupun terkait pasangan calon tertentu.

Karena itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia (RI), sebagai bagian dari lembaga penyelenggara pemilihan umum, telah memetakan kerawanan yang lebih tinggi berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilihan yang demokratis pada lima provinsi, yakni NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Jawa Timur.

Bawaslu RI mencatat empat dimensi indikator kerawanan pemilu tersebut, yakni dimensi sosial politik atau partisipasi, dimensi pencalonan atau kontestasi, dimensi kampanye juga dalam ranah kontestasi, serta dimensi pungut hitung, juga masih terkait dengan kontestasi dan partisipasi publik.

Generasi nondigital

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan