Pembelajaran Maya, Antara Kemudahan dan Ketergantungan Teknologi
Ilustrasi: Pembelajaran Maya--
Perbincangan ini menyangkut bagaimana teknologi ini membawa kebaikan, setidaknya impak kebaikannya lebih banyak dari dampak keburukannya, khususnya kepada pebelajar (orang yang melakukan kegiatan belajar). Kehadiran teknologi informasi ini diyakini membawa perubahan dalam aspek EMA.
Para pemikir, filsuf, dan agamawan menjelaskan bahwa teknologi adalah netral. Teknologi adalah alat bergantung dari tujuan penggunaannya. Selain urusan tujuan yang baik, penggunaan teknologi tetap memungkinkan peluang penyalahgunaan atau praktik yang mengabaikan EMA. Bisa jadi praktik buruk itu terjadi sebelum, selama proses, atau setelah selesainya sebuah kegiatan.
Pada dasarnya etika pembelajaran tatap muka langsung dengan pembelajaran maya adalah sama. Pembeda utamanya adalah sarana dan lokasi.
Pada pembelajaran tatap muka etika umumnya murid berpakaian rapi, memperhatikan dan konsentrasi, berbicara bergantian tidak gaduh, tepat waktu, izin jika berhalangan, mencatat, dan sebagainya. Pada pembelajaran maya pun seperti itu tinggal menyesuaikan sarana dan lokasi saja.
Salah satu rujukan dalam ber-EMA, khususnya norma agama Islam, telah ada tuntunan pada kitab Adabul-‘Alim wal Muta’allim (etika orang berilmu dan pencari ilmu) karya K.H. Hasyim Asy’ari yang terdapat dalam kumpulan kitab berjudul Irsyadus Syari.
Bab kedua membahas tentang 10 (sepuluh) etika seorang murid terhadap dirinya sendiri. Bab ketiga menguraikan perihal 12 (dua belas) etika seorang murid terhadap gurunya. Bab keempat perihal 13 (tiga belas) etika yang harus dipedomani seorang murid berkaitan dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari.
Kitab tersebut disusun dengan landasan filosofis mengenai kemuliaan ilmu. Ilmu itu adalah cahaya, ilmu itu menerangi, ilmu itu memperbaiki, maka jadikan pena dan buku sebagai pedangmu dalam belajar. Ilmu itu ada di dada, bukan di tulisan.
Orang yang tidak punya itu akan menjalani hidup dalam kesusahan, kegelapan, tersesat, salah, melanggar, merusak, dan predikat negatif lainnya.
Manusia tak akan mampu membedakan mana kebaikan, mana keburukan, mana benar mana salah, mana mengikuti aturan mana melanggar aturan, bagaimana cara melakukan sesuatu, bagaimana menghindari sesuai, kecuali dengan ilmu.(*)
*) Sugiarso adalah Koordinator Papuan Bridge Program PT Freeport Indonesia; Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Mimika, Mahasiswa Program Doktor Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya.