Penguatan Peran BNPT dalam Mencegah Aksi Terorisme
Rapat Koordinasi (Rakor) Antisipasi Tindak Pidana Terorisme dalam rangka Menghadapi Pilkada Serentak serta Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2024 di Bandung, Jawa Barat, Kamis (27/6/2024). (ANTARA/HO-BNPT RI)--
Metode untuk penindakannya juga memiliki perbedaan dengan program pemberantasan atau penegakan hukum yang diatur dalam KUHAP atau undang-undang lain di luar KUHP. Hal ini karena dampak aksi terorisme sangat merusak hingga mengancam stabilitas keamanan negara.
BACA JUGA:Langkah Awal Membenahi Benang Kusut KPK
Penanggulangannya bahkan lebih dikedepankan cara-cara pencegahan dan sinergisitas pre-emtif yang juga tidak seperti metode pencegahan biasa.
Peran ini telah dan masih dijalankan oleh BNPT dengan baik, namun tentunya masih terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan.
Pertama, perlu diingat kembali bahwa sinergisitas merupakan kunci utama keberhasilan BNPT. Oleh sebab itu, peran BNPT dalam mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan penanggulangan terorisme harus memiliki jangkauan yang luas.
Komisi III DPR dalam berbagai rapat kerja dengan Pemerintah, khususnya BNPT maupun Polri, mengingatkan tentang peran BNPT dan sinerginya dengan lembaga lain di daerah/wilayah. Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) di pusat maupun daerah bersama dengan pihak masyarakat atau forum terkait lainnya harus dapat melahirkan peran yang lebih aktif dan memiliki kegiatan operasional rutin yang terstandarisasi atau memiliki roadmap.
BACA JUGA:Taat Pajak Sebagai Sumbangsih Warga Kepada Negara
Kegiatan ini terkadang di beberapa wilayah masih belum optimal. Hal ini tentunya melahirkan celah dalam kesiapsiagaan nasional.
Hal kedua terkait dengan kegiatan penindakan dan pengungkapan kasus terorisme yang dilakukan oleh aparat yang masih bersinggungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Ke depannya hal ini akan selalu menjadi topik utama dalam program atau kegiatan penanggulangan terorisme.
Sensitivitas dari dua hal ini memang tetap menjadi isu global, mengingat luasnya cakupan kejahatan atau aksi terorisme. Undang-undang telah memberi banyak keleluasaan, namun para pemangku dan pelaksana kebijakan harus sangat berhati-hati, karena hal ini rawan untuk dipolitisasi dan menjadi celah penegakan hukum.
Netralitas dan independensi harus dikedepankan demi kepentingan bersama sehingga tidak boleh ada celah intervensi serta pengawasan melekat pada seluruh insan dan anggotanya, terutama yang ada di lapangan.
BACA JUGA:Berbenah untuk Layanan Penerbangan Haji yang Lebih Baik
Ketiga, terkait kesiapsiagaan kita dalam menghadapi perkembangan dan dinamika masyarakat modern atau masyarakat 5.0 sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi dalam era revolusi industri.
Saat ini masih banyak permasalahan yang terkait dengan pengembangan teknologi, data, informasi digital, dan infrastruktur di ruang siber di Indonesia yang sangat rentan dan lemah, termasuk adanya celah-celah yang dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu.
Hal ini tentu menjadi perhatian bagi seluruh pihak dalam mengantisipasi aksi terorisme yang melibatkan dunia maya/ruang siber.