Pusat Data

Dahlan Iskan--

Saya ingat namanya, tapi tidak ingat nomor teleponnya. Saya cari di HP saya. Tidak ketemu. Saya ingat: ini HP baru, yang harganya hanya seperempat HP lama.

Mungkin nomor kontaknya tidak ter-copy ke HP baru.

Dari temannya teman saya nomor anak muda itu bisa saya dapat. Saya hubungi. Tidak berhasil. Saya telpon tidak ada nada sambung. Saya WA: hanya centang satu. Tiap hari saya coba hubungi. Gagal.

BACA JUGA:Jalan Umur

BACA JUGA:Boyongan IKN

Temannya juga sulit menghubunginya. Mereka juga sudah tiga bulan tidak bertemu. Saya pun malu: tidak bisa segera menulis tentang pembobolan PDNS itu. Padahal medsos begitu riuh. Sampai ada yang marah-marah mengapa presiden tidak mengangkat anak muda sebagai menkominfo. Yakni anak muda yang paham teknologi informasi.

Saya sendiri, secara pribadi, tidak merasakan dampak apa pun dari pembobolan itu. Tak ada sedikit pun kesulitan. Hidup saya berjalan normal.

Para perusuh Disway juga tidak ada yang bercerita tentang kesulitan hidup mereka akibat pembobolan itu.

Rupanya si pembobol bisa masuk ke situs PDNS. Lalu mengganti password-nya dengan password lain.

Kementerian pun tidak bisa lagi mengaksesnya. Password yang ada sudah tidak bisa difungsikan.

BACA JUGA:Nasihat Murid

BACA JUGA:Tanri Abeng

Anda sudah tahu lebih dulu: Si pembobol bersedia memberikan password baru asal pemerintah membayarnya sebesar USD 8 juta. Anda juga sudah tahu: pemerintah tidak melayani permintaan itu. Toh akan sia-sia. Kalau password baru didapat bisa saja keesokan harinya giliran temannya yang membobol. Tidak akan ada habisnya.

Menurut anak muda tadi, begitu banyak anak seumurannya yang punya kemampuan seperti ia. Situs-situs pemerintah adalah situs yang paling mudah dibobol. Biasanya justru untuk latihan awal.

Apakah setelah permintaannya ditolak si pembobol lantas marah; lalu mengambil semua data itu untuk dijual ke pihak lain seharga USD 8 juta?

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan