Tantangan Pendidik di Era Kurikulum Merdeka dalam Mengelola Kelas yang Inklusif dan Beragam

Adisti Ayuningtias, S.Pd. --

Hadirnya era Kurikulum Merdeka di Indonesia memberikan sebuah inovasi atau gebrakan baru dalam dunia pendidikan. Melalui inovasi ini membuat ruang yang lebih luas bagi pendidik untuk bisa berkreasi dalam menyusun dan mengembangkan materi ajar serta metode pengajaran yang akan digunakan. Dari kebijakan inovasi ini bertujuan untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang beragam. Namun, kemudahan yang diberikan kurikulum merdeka juga membawa tantangan tersendiri bagi pendidik, terutama dalam mengelola kelas yang inklusif dan beragam. Bisa dikatakan tidak mudah bagi pendidik dalam mengelola kelas yang inklusif, pendidik memerlukan persiapan dan pelatihan untuk menghadapi kebutuhan yang beragam dari setiap peserta didik.

 Persiapan dan pelatihan sangat penting  bagi pendidik dalam mengelola kelas yang inklusif dan beragam, hal ini berguna bagi pendididik dalam pengelolahan kelas yang pada dasarnya  tidak mudah dilakukan, yang cakupannya bukan hanya berfokus pada penyampaian  materi pembelajaran  tetapi pendidik juga harus mampu dalam memenuhi kebutuhan belajar individu setiap peserta didik. Kemudian, kaitannya dengan mengelola kelas inklusif pendidik harus berusaha untuk mengakomodasi semua peserta didik termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus serta mereka yang berasal dari berbagai latar belakang budaya, sosial, dan ekonomi yang berbeda. Sehingga, pendidik perlu memahami perbedaan-perbedaan tersebut untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan menghargai keberagaman. 

BACA JUGA:Pemerintah Berkomitmen Cegah Anak jadi Korban Judi Online

Dalam menciptakan kelas yang inklusif dan beragam tentunya banyak tantangan yang dihadapi. Tantangan ini menuntut pendidik untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang perbedaan individu serta keterampilan yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar yang adil dan mendukung bagi semua peserta didik. Tantangan yang biasa dihadapi pendidik salah satunya dari segi perbedaan kemampuan dan gaya belajar peserta didik. Jika dilihat dari kemampuan belajar setiap peserta didik, mereka memiliki kemampuan dan gaya belajar yang berbeda. Ada peserta didik yang lebih suka belajar secara visual yaitu pembelajaran hanya mengandalkan penglihatan sebagai penerima informasi. Kemudain ada peserta didik yang lebih suka dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan auditori atau menggunakan tipe belajar yang mengedepankan indera pendengar seperti audio. Berdasarkan hal tersebut, pendidik perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang beragam. Selain itu, penyesuaiam pengajaran menjadi sangat penting. Pendidik harus mampu menyesuaikan materi pembelajaran agar sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik tanpa mengorbankan kualitas pendidikan tersebut.

Tantangan utama lain yang dihadapi salah satunya bagaimana mengintregasikan prinsip-prinsip inklusi ke dalam kurikulum yang fleksibel namun tetap terstruktur dengan baik. Seperti yang dijelaskan dari salah satu jurnal yang membahas tentang tantangan penyelenggaraan pendidikan inklusif dalam konteks Kurikulum Merdeka. Dalam jurnal tersebut menyebutkan, bahwa,  implementasi Kurikulum Merdeka memerlukan adaptasi yang cermat terhadap prinsip-prinsip inklusi. Ini tidak hanya melibatkan penataan ulang kurikulum untuk menyesuaikan individu, tetapi juga pengembangan strategi pembelajaran yang mempromosikan partisipasi dan kemajuan bagi semua peserta didik termasuk mereka dengan kebutuhan khusus. Tantangan utama di sini adalah bagaimana mengintregasikan prinsip-prinsip inklusi ke dalam kurikulum yang fleksibel namun tetap terstruktur dengan baik, sehingga tidak meninggalkan siapa pun di belakang (Winata, 2024).

BACA JUGA:Mimpi Satu Data dari Desa

Keterbatasan sumber daya juga menjadi tantangan dalam mengimplementasi Kurikulum Merdeka. Keterbatasan sumber daya tersebut dapat dilihat baik dalam bentuk materi pembelajaran, teknologi, maupun waktu. Pendidik harus kreatif dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia di lingkungan dan sering kali pendidik harus mencari cara inovatif untuk menyelenggarakan pembelajaran inklusif dan berkualitas tinggi. Hal ini bisa mencakup pemanfaatan sumber daya lokal dan komunitas sebagai bahan ajar. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia yang terlatih untuk mendukung kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Terkadang, masyarakat masih kurang memahami kondisi dan potensi peserta didik berkebutuhan khusus. Sehingga, terjadi penolakan dan diskriminasi yang menghambat akses mereka ke pendidikan yang inklusif.

Dukungan teknologi yang kurang memadai juga menjadi kendala. Seperti yang dijelaskan dalam salah satu jurnal tentang mewujudkan pendidikan untuk semua dalam studi implementasi pendidikan inklusif. Menyebutkan, bahwa dukungan teknologi yang kurang memadai juga menjadi tantangan dalam menerapkan pendidikan inklusif. Penggunaan teknologi pendidikan, seperti alat bantu belajar atau perangkat lunak yang inklusif, dapat membantu peserta didik berkebutuhan khusus dalam mengakses pembelajaran. Namun, ketersediaannya masih terbatas di beberapa daerah (Sukomardojo, 2023).

BACA JUGA:Privilege 'Orang Dalam vs Orang Berbakat'

Tantangan pendidik lainnya dalam bagian pengembangan kompetensi profesional. Kurikulum merdeka menuntut pendidik untuk terus mengembangkan kompetensi profesional mereka, terutama dalam hal pedagogi inklusif dan menejemen kelas yang beragam. Pendidik harus terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan terbaru dalam dunia pendidikan, termasuk memahami kebutuhan khusus peserta didik dan menerapkan strategi pengajaran yang efektif. Pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa pendidik siap untuk menghadapi tantangan ini.

Dalam konteks Kurikulum Merdeka, keterlibatan orang tua dan komunitas menjadi sangat penting. Pendidik diharapkan dapat membangun kemitraan yang kuat dengan orang tua dan anggota komunitas untuk mendukung proses belajar mengajar. Termasuk komunikasi yang efektif dan kolaborasi dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang relevan dan inklusif. Hal tersebut juga diperkuat oleh salah satu jurnal. Menyebutkan, bahwa  diperlukan kolaborasi yang erat antara pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan pendidikan inklusif yang mendukung peserta didik berkebutuhan khusus (Sukomardojo, 2023). 

Mengelola kelas yang inklusif dan beragam di era Kurikulum Merdeka adalah tugas yang menantang bagi pendidik. Namun, dibalik tantangan itu memberikan potensi penuh dalam pendidikan, terutama memberikan potensi kepada pendidik itu sendiri. Maka dari itu, pendidik perlu mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang luas supaya dapat menyediakan pengalaman belajar yang bermakna bagi semua peserta didik. Dengan menggunakan pendekatan yang tepat, tantangan-tantangan ini dapat diubah menjadi peluang untuk menciptakan lingkungan belajar yang dinamis, inklusif serta mendukung perkembangan peserta didik secara holistik. Melalui pendidikan yang inklusif dan beragam bukan hanya mempersiapkan peserta didik untuk sukses dalam akademis, tetapi juga untuk menjadi warga dunia yang berempati dan bertanggung jawab. (*)

*) Adisti Ayuningtias, S.Pd.

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pasundan

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan