Mimpi Satu Data dari Desa
Massa dari Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tah--
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa resmi ditandatangani oleh Presiden pada 25 April 2024. Regulasi tersebut menambah masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 8 tahun.
Penambahan masa jabatan ini diharapkan diikuti dengan pembangunan yang semakin berkualitas dan berkelanjutan. Pembangunan tersebut ke depan seharusnya juga dikawal dengan data-data yang lebih berkualitas pada tingkat desa.
Penguatan data desa yang lebih komprehensif dimungkinkan dapat tersedia jika pemerintah desa mampu menjadi produsen data berkualitas sesuai kaidah Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Perpres ini pun mengawali mimpi tentang "Satu Data Indonesia" dari desa.
Mencuatnya urgensi penguatan data hingga tingkat desa tidak terlepas karena kucuran dana yang tidak kecil bagi pemerintah desa.
BACA JUGA:Privilege 'Orang Dalam vs Orang Berbakat'
Apakah penambahan masa jabatan dan dana tersebut akan berdampak besar pada kesejahteraan masyarakat desa? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab jika tersedia data-data objektif di tingkat desa.
Seperti kata mendiang W. Edwards Deming, pakar statistik dan konsultan Amerika, “Without data, you’re just another person with an opinion”. Tanpa data, Anda hanyalah seseorang yang membawa pendapat.”
Pemerintah melalui BPS telah mengantisipasi urgensi penyediaan data pada tingkat desa dengan melaksanakan Survei Potensi Desa (Podes) sejak 1980.
Awalnya, survei ini hanya mencakup data terkait ketersediaan fasilitas dasar di desa dan dilakukan tiga kali dalam 10 tahun. Kemudian, pada tahun 1994 Survei Podes dimanfaatkan untuk perhitungan indeks desa tertinggal yang berfokus pada penanggulangan kemiskinan desa.
BACA JUGA:Membangun Kepedulian Orang Terdekat untuk Bentengi Diri Dari Narkoba
Mulai tahun 2014, Podes dikembangkan untuk digunakan sebagai sumber data perhitungan Indeks Kesulitan Geografis (IKG) dan Indeks Pembangunan Desa (IPD). Kedua indeks tersebut masing-masing dapat memetakan kondisi kesulitan suatu desa dan status desa berdasarkan ketersediaan dan aksesibilitas pelayanan pada masyarakat Desa.
Sejarah perkembangan data pada tingkat desa tersebut menunjukkan betapa penting data desa bagi pembangunan di Indonesia.
Namun, penyediaan data pada tingkat desa yang lebih komprehensif bukanlah pekerjaan rumah yang mudah dan memerlukan sumber daya yang tidak sedikit. Misalnya saja, permintaan data PDRB tingkat desa memerlukan data sektoral dan banyak data pendukung lainnya yang mencakup setiap kategori lapangan usaha, dari pertanian, industri, hingga jasa-jasa pada tingkat desa.
Sementara itu, penyediaan data tersebut harus dimulai dari pembangunan sumber daya statistik yang cukup mumpuni dan merata di seluruh pemerintah desa/kelurahan seluruh Indonesia. Ketersediaan data tersebut juga harus diikuti dengan jaminan pemeliharaan data secara berkala dan berkelanjutan. Jika tidak, data hanya akan menjadi deretan angka tak bermakna.