Hendrya Sylpana

Kesehatan 6.0

ilustrasi_--

BACA JUGA:Makan Gratis tanpa Berpikir Kritis

Sel punca dan nanomedisin, walaupun masih di tahap awal pengembangannya di banyak negara berkembang, menawarkan harapan untuk pengobatan kondisi yang sebelumnya dianggap tidak dapat disembuhkan.

Dalam konteks ini, penting bagi negara-negara tersebut untuk berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, serta dalam pembangunan kapasitas lokal untuk produksi teknologi kesehatan. Kemitraan dengan institusi global dan transfer teknologi juga dapat mempercepat adopsi dan adaptasi teknologi canggih ini.

Metaverse dan realitas virtual (VR) menawarkan potensi transformasional dalam pendidikan medis dan pelatihan tenaga kesehatan, yang merupakan area kunci untuk peningkatan kualitas perawatan kesehatan di negara berkembang.

Dengan menggunakan simulasi VR, tenaga kesehatan dapat memperoleh pengalaman praktik yang berharga tanpa risiko terhadap pasien, mengatasi salah satu hambatan besar dalam pendidikan medis di daerah-daerah dengan sumber daya terbatas.

Lebih lanjut, aplikasi blockchain dalam sistem kesehatan dapat membantu mengatasi masalah kepercayaan dan transparansi, yang sering menjadi kendala dalam pengelolaan data kesehatan di negara berkembang. Dengan memastikan integritas dan keamanan data, blockchain dapat memfasilitasi pertukaran informasi antar fasilitas kesehatan, meningkatkan koordinasi perawatan dan efisiensi sistem kesehatan secara keseluruhan.

BACA JUGA:Melestarikan Bahasa Ibu sebagai warisan budaya

Namun, implementasi teknologi ini tidak tanpa tantangan. Isu-isu seperti privasi data, etika dalam penggunaan AI, dan kesenjangan digital memerlukan perhatian serius. Dalam konteks filsafat, pertanyaan tentang bagaimana teknologi ini mengubah konsep identitas, tubuh, dan kesehatan manusia menjadi semakin relevan.

Apakah dengan kemajuan ini, kita mendekati era di mana batasan antara manusia dan mesin, nyata dan virtual, menjadi semakin kabur?

Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan dialog multidisiplin yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, komunitas akademik, dan masyarakat sipil. Kebijakan yang inklusif dan etis harus dibangun untuk memastikan bahwa teknologi Kesehatan 6.0 tidak hanya mendorong inovasi, tapi juga menjaga keadilan dan martabat manusia.

Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, kunci suksesnya adalah dalam keseimbangan antara adopsi teknologi dan pembangunan kapasitas lokal, memastikan bahwa setiap langkah maju dalam teknologi kesehatan juga merupakan langkah maju dalam keadilan kesehatan.

Dengan pendekatan yang berpusat pada manusia, Kesehatan 6.0 bisa menjadi kekuatan pemberdayaan, membawa kita semua menuju masa depan kesehatan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih inklusif.(*)

*) Dito Anurogo, M.Sc., Ph.D.(Cand.), Dokter pengampu Telemedicine di SMAN 13 Semarang

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan