Komitmen Sri Mulyani Jaga APBN Tetap Dalam Koridor

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Wakil Menteri Suahasil Nazara (kiri) dan Thomas A. M. Djiwandono (kanan) saat menyampaikan paparan pada konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025)--(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/YU)
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Askar menggarisbawahi belanja pemerintah merupakan salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi. Dia meminta pemerintah mewaspadai dampak dari perlambatan ini.
Sorotan lainnya terkait dengan skala prioritas belanja. Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai pemerintah perlu menata ulang prioritas belanja.
Di tengah melambatnya penerimaan, evaluasi terhadap kebijakan populis dianggap perlu dilakukan. Belanja pemerintah harus lebih fokus menopang kelompok rentan dan program yang memberikan efek ekonomi berganda.
Mengimbangi kritik itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan komitmen pemerintah dalam membuat kebijakan yang mengutamakan rakyat. Sebagai contoh, belanja pemerintah pusat yang manfaatnya dirasakan langsung oleh rakyat nilainya mencapai Rp166,6 triliun.
Angka itu termasuk penyaluran Kartu Sembako senilai Rp10,3 triliun, insentif untuk Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) Rp7,7 triliun, subsidi energi Rp10,6 triliun, hingga program Makan Bergizi Gratis Rp710,5 miliar.
Suahasil juga menekankan kebijakan efisiensi anggaran belanja pemerintah tak berdampak pada belanja bantuan sosial dan pendidikan. Untuk bansos, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp25,9 triliun per Februari. Sementara realisasi untuk sektor pendidikan Rp76,4 triliun.
Terkait hal ini, Suahasil pun memastikan anggaran pendidikan akan tetap dialokasikan sebesar 20 persen dari APBN sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang.
Adapun terkait kritik melambatnya serapan belanja pemerintah, Suahasil menyebut hal itu dipengaruhi oleh belanja pemilu dan bantuan pangan yang tak terulang pada tahun ini. Setidaknya per Februari 2025, belanja negara telah terserap 7,8 persen dari pagu dengan realisasi Rp211,5 triliun. Rinciannya, belanja K/L terealisasi sebesar Rp83,6 triliun dan belanja non-K/L Rp127,9 triliun.
Pengelolaan Utang
Hingga akhir Februari, pemerintah telah menarik pembiayaan utang baru senilai Rp224,3 triliun, setara dengan 28,9 persen dari target APBN. Pembiayaan utang itu terdiri dari pembiayaan surat berharga negara (SBN) neto Rp238,8 triliun dan pinjaman neto minus Rp14,4 triliun.
Sri Mulyani mengakui terjadi penarikan pembiayaan yang cukup besar pada dua bulan pertama tahun 2025. “Ini berarti ada perencanaan dari pembiayaan yang cukup front loading. Artinya, realisasinya di awal cukup besar,” katanya dalam konferensi pers.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mewanti-wanti pengelolaan utang yang tak terkendali bisa membuat peringkat surat utang pemerintah mengalami evaluasi. Efek domino lainnya adalah potensi meningkatnya beban utang, terjadinya crowding out effect di sektor keuangan, dan risiko kebutuhan efisiensi belanja yang lebih besar pada tahun depan.
BACA JUGA:Pemerintah Perketat Pengawasan Distribusi LPG 3 Kg, Ancam Cabut Izin Agen Curang
Tetapi hingga sejauh ini, setidaknya, keseimbangan primer APBN masih mencetak surplus Rp48,1 triliun. Keseimbangan primer mencerminkan kemampuan negara mengelola utang. Dengan surplus keseimbangan primer, maka kondisi fiskal dapat dikatakan masih cukup memadai untuk mengelola pendapatan, belanja, dan utang.