Menguatnya Rupiah di Google dan Ilusi Digital yang Menyesatkan

Ilustrasi- Petugas menghitung uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta-Reno Esnir/nym-ANTARA FOTO

Meskipun sistem keamanan Google sangat canggih, bukan tidak mungkin terjadi upaya peretasan atau penyusupan oleh aktor jahat yang berusaha mengacaukan informasi finansial.

BACA JUGA:100 Hari Kerja Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana Alam

Bahkan dalam skenario ekstrem, manipulasi data kurs ini bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar.

Maka untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, disarankan agar pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi. Karena nyatanya insiden serupa pernah terjadi sebelumnya.

Terjadi di Malaysia

Pada Februari 2024, ada insiden di Malaysia di mana Google menampilkan nilai tukar ringgit terhadap dolar AS yang tidak akurat.

Bank Negara Malaysia (BNM) mencatat pada Jumat, 15 Februari 2024, Google menunjukkan nilai tukar 1 dolar AS setara dengan 4,98 ringgit, sementara data resmi menunjukkan level terendah ringgit adalah 4,7075 per dolar.

BNM pun berkeras bahwa penilaian tersebut tidak mencerminkan fundamental ekonomi Malaysia yang sebenarnya positif. Kejadian serupa pernah terjadi pada 6 Februari 2024.

BACA JUGA:Tukang Gendang, Penjaga Tradisi 'Gawai Penganten' Belitong

BNM kemudian meminta penjelasan dari Google mengenai penyebab kesalahan tersebut dan langkah korektif yang harus diambil untuk mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan.

Sebagai respons, Google Malaysia menyampaikan permintaan maaf kepada pemerintah Malaysia atas kesalahan tersebut.

Mereka menjelaskan bahwa kesalahan itu terjadi karena data yang ditampilkan tidak diverifikasi secara memadai, dan berkomitmen untuk meningkatkan akurasi informasi yang disajikan di platform mereka.

Insiden ini menyoroti pentingnya verifikasi data dan keandalan sumber informasi, terutama yang berkaitan dengan data finansial yang sensitif.

Ujian literasi

Fenomena ini bukan sekadar kekeliruan data, tetapi juga menjadi ujian tersendiri atas literasi ekonomi dan finansial sebagian masyarakat dalam menghadapi informasi digital.

Meski harus diakui pula Google, dengan segala kecanggihannya, bukanlah otoritas keuangan yang bertanggung jawab atas kurs mata uang, tetapi hanya menarik data dari berbagai penyedia informasi finansial.

BACA JUGA:Strategi Kendalikan Inflasi Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan