100 Hari Kerja Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana Alam

Logo BNPB--

Dalam setiap tindakannya, BNPB menjunjung prinsip kehati-hatian untuk menghindari kesalahan, khususnya dalam penyaluran bantuan baik berupa dana maupun barang kepada pemerintah daerah. Maka walau diberikan keleluasaan dalam penggunaan dana melalui anggaran Dana Siap Pakai selama kondisi darurat, namun prosedur administrasi seperti penetapan status tanggap darurat bencana hingga transisi ke fase rehabilitasi dan rekonstruksi dijalankan dengan cermat.

Pada fase penanganan darurat, pemerintah daerah didorong untuk segera mempersiapkan data terkait dampak kerusakan, termasuk infrastruktur, rumah warga, serta sarana dan prasarana umum lainnya.

Sementara itu, dalam fase rehabilitasi dan rekonstruksi, pemerintah daerah diwajibkan menyusun Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (R3P) sebagai acuan pembahasan di tingkat pusat.

Semua dokumen ini menjadi panduan bagi berbagai kementerian dan lembaga terkait dalam memberikan dukungan sesuai bidangnya masing-masing.

BACA JUGA:Kontroversi Trump, Aliansi Trans-Atlantik dan Keresahan Pemimpin Eropa

Sebagai contoh, kerusakan sekolah akibat bencana akan ditangani oleh Kementerian Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), sedangkan kerusakan jalan atau jembatan, bahkan rumah tinggal bisa mendapat bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) atau bahkan dapat ditanggulangi oleh BNPB, tergantung kebutuhan dan ketersediaan anggaran.

Strategi ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menangani berbagai jenis bencana secara efektif dan efisien, pada satu sisi lainnya masyarakat cepat mendapatkan bantuan.

Penguatan infrastruktur dan pemulihan lingkungan

Selain memastikan kondisi darurat bencana di daerah sudah berhasil teratasi, pemulihan dan penguatan infrastruktur juga menjadi salah satu aspek yang disorot BNPB untuk menciptakan ketahanan dan mengurangi risiko bencana yang berkelanjutan,

Merujuk data terbaru dari BNPB ,  sepanjang 2024 Indonesia mengalami lebih dari 5.500 bencana. Selama periode itu, mereka bersama Kementerian Sosial, Basarnas, TNI, Polri dan pemerintah daerah menangani 5,6 juta korban. Dari jumlah tersebut sebanyak 469 orang meninggal dunia, 1.157 orang luka-luka, dan ratusan ribu pengungsi.

Dalam periode yang sama tercatat ada lebih dari 61.554 unit rumah rusak dan 10.821 unit rumah di antaranya rusak berat, bahkan ada yang rata dengan tanah. Kondisi ini memaksa penghuninya mengungsi atau bahkan dipindahkan ke lingkungan baru yang semua prosesnya dalam pendampingan BNPB.

BACA JUGA:Gus Dur, Abdul Mu'ti, dan Libur Ramadhan

Tak hanya itu, bencana juga telah merusak fasilitas publik seperti rumah ibadah 387 unit, sentra pelayanan kesehatan 47 unit (rumah sakit, puskesmas, posyandu dan sebagainya), 515 unit gedung sekolah, dan lebih dari 100 kilometer infrastruktur jalan hingga ribuan unit jembatan.

Dari jumlah kejadian tersebut BNPB menerima permintaan untuk merehabilitasi dan merekonstruksi 17 jenis infrastruktur yang rusak berat hingga tidak bisa lagi digunakan dari pemerintah daerah.

Angka kerusakan infrastruktur tertinggi dalam satu tahun terakhir menyasar 95 unit jembatan dan 26 tanggul atau talud aliran sungai-pantai. Jumlah kerusakan ini meningkat drastis dibandingkan periode 2019-2020, dimana BNPB menerima usulan perbaikan 33 jembatan rusak dan delapan tanggul rusak pada tahun 2019.

Kondisi kerusakan jembatan tersebut didapati hampir di setiap daerah yang rawan banjir dan tanah longsor seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan sebagian besar daerah di Pulau Jawa tak terkecuali Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan