Kesehatan Tanah untuk Swasembada Pangan Indonesia

Seorang petani menyemprotkan pupuk di sawah miliknya di Kecamatan Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat 6 Desember 2024--(ANTARA FOTO/Andry Denisah/foc)

BACA JUGA:Indonesia Menjadi Model Penanganan Teroris di Dunia

Sejak September 2000, ketika Millennium Development Goals (MDGs) dicanangkan, tanah dan produksi pertanian telah ditempatkan dalam agenda global.

Artikel berjudul A Soil Science Renaissance yang ditulis oleh Alfred E. Hartemink dari Belanda dan Alex McBratney dari Australia dalam jurnal Geoderma pada 2008 menyoroti di berbagai belahan dunia telah terjadi kebangkitan ilmu tanah dalam mendukung keberlanjutan pangan di negara masing-masing.

Namun, di Indonesia, resonansi kebangkitan ilmu tanah tersebut terasa paradoks. Pada 2007–2008, hampir semua program studi ilmu tanah di perguruan tinggi, kecuali di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Pertanian Bogor (IPB), mengalami perubahan signifikan.

Statusnya diturunkan menjadi peminatan dalam jurusan Agroteknologi yang menggabungkan ilmu tanah, agronomi, dan hama dan penyakit tanaman dalam satu payung besar.

Kondisi ini berdampak signifikan terhadap regenerasi mahasiswa dan ilmuwan ilmu tanah muda di Indonesia serta pengembangan ilmu tanah.

Baru pada 2011–2019, program studi ilmu tanah mulai dibuka kembali secara bertahap. Meski begitu, tidak semua perguruan tinggi yang dulu memiliki program studi ilmu tanah menghidupkannya kembali. Akibatnya, selama lebih dari satu dekade, komunitas ilmu tanah di Indonesia harus menata ulang sesuatu yang sempat hilang.

Hambatan regenerasi tenaga pengajar juga menjadi tantangan besar, mengingat banyak dosen ilmu tanah yang mendekati usia pensiun. Di instansi pemerintah, regenerasi peneliti dan praktisi ilmu tanah juga menghadapi kendala serupa.

Di sisi lain, komunitas ilmu tanah global terus berkembang pesat. Para ilmuwan ilmu tanah tidak lagi hanya melayani kebutuhan sektor pertanian, tetapi juga diminta untuk menjawab tantangan ekosistem dan lingkungan yang semakin kompleks.

BACA JUGA:Hadapi Jerat Paylater: Solusi Menghindari Utang Menumpuk

Seiring meningkatnya polusi tanah, air, dan udara, istilah soil health mulai menjadi perhatian utama dalam forum-forum global sejak 2018. Konsep ini menggeser fokus ilmu tanah dari sekadar memastikan produktivitas pertanian menjadi menjaga kualitas ekosistem dan kesehatan manusia secara keseluruhan.

Meski begitu, memperkenalkan istilah baru dalam disiplin ilmu yang sudah mapan bukanlah hal yang mudah.

Selama ini, istilah yang lebih akrab bagi para ahli adalah soil fertility (kesuburan tanah) dan soil quality (mutu tanah). Kedua istilah ini lebih fokus pada produktivitas lahan pertanian dibandingkan dengan skala lingkungan yang lebih luas.

Empat Level

Johannes Lehmann, peneliti ilmu tanah dari Amerika Serikat, berserta tim merumuskan 4 level konsep ilmu tanah.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan