BELITONGEKSPRES.COM - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyampaikan keberatan terhadap rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Kebijakan ini dianggap tidak sejalan dengan kondisi daya beli masyarakat yang saat ini masih lemah.
Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, menilai bahwa kenaikan PPN akan memicu lonjakan harga di tingkat ritel, yang pada akhirnya membebani konsumen. Ia mempertanyakan apakah daya beli masyarakat Indonesia sudah siap untuk menghadapi dampak tersebut.
"Jika daya beli masyarakat belum meningkat, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan PPN," ujar Sahat dalam acara Investor Daily Round Table di Jakarta, Jumat, 29 November.
Sahat menekankan bahwa pemerintah sebaiknya fokus terlebih dahulu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sebelum memberlakukan kenaikan PPN. Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen perlu dicapai terlebih dahulu untuk memastikan daya beli masyarakat mampu mengimbangi kebijakan tersebut.
BACA JUGA:Keputusan Akhir Penerapan Tarif PPN 12 Persen di Tangan Presiden
BACA JUGA:Utang Pemerintah Indonesia Capai Rp 8.560,36 Triliun, Namun Rasio PDB Masih Aman
"Dengan pertumbuhan ekonomi 8 persen, pendapatan per kapita akan meningkat, bisnis akan berkembang, dan saat itulah kenaikan PPN dapat diterima. Tapi untuk saat ini, kenaikan PPN 12 persen bisa menciptakan persepsi negatif karena pendapatan masyarakat belum mencapai tingkat yang memadai," jelas Sahat.
Lebih lanjut, Sahat menyoroti bahwa sistem perpajakan di Indonesia masih belum mencakup sebagian besar masyarakat. Ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada perluasan basis pajak untuk meningkatkan penerimaan negara daripada membebani masyarakat dengan kenaikan tarif PPN.
"Banyak masyarakat kita yang belum terjaring dalam sistem pajak. Akan lebih baik jika pemerintah mencari sumber pemasukan baru daripada langsung menaikkan PPN menjadi 12 persen," tambahnya.
Dengan mengedepankan pertumbuhan ekonomi dan perluasan basis pajak, Sahat berharap pemerintah dapat mengadopsi pendekatan yang lebih strategis dan berimbang sebelum memberlakukan kebijakan yang berpotensi memberatkan masyarakat. (beritasatu)