BELITONGEKSPRES.COM - Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal 2025 terus menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Untuk menampung masukan dari daerah, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI turun ke Jawa Timur, salah satu wilayah strategis dengan kontribusi ekonomi yang besar.
Wihadi Wiyanto, Wakil Ketua Banggar DPR RI, menyatakan bahwa rencana kenaikan ini adalah bagian dari implementasi undang-undang yang telah dibahas panjang oleh para legislator. Meski begitu, ia mengakui banyak pelaku usaha menyampaikan keberatan.
"Yang perlu kami tegaskan, kebijakan ini tidak menyasar bahan pokok, sektor kesehatan, dan pendidikan. Pertimbangan tersebut sudah dimasukkan sejak awal penyusunan UU," ujar Wihadi setelah rapat kerja di Surabaya, Selasa 28 November.
Meski aspirasi dari masyarakat dan pelaku usaha didengar, Wihadi menekankan bahwa keputusan akhir terkait penerapan tarif PPN baru berada di tangan pemerintah pusat. "Apakah kenaikan ini akan ditunda atau disertai bansos dulu, itu sepenuhnya kewenangan presiden sebagai pemegang eksekutif," jelasnya.
BACA JUGA:Utang Pemerintah Indonesia Capai Rp 8.560,36 Triliun, Namun Rasio PDB Masih Aman
BACA JUGA:AHY Tekankan Pentingnya Ekonomi Berkelanjutan dan Berkeadilan untuk Mencapai Pertumbuhan 8 Persen
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebutkan adanya kemungkinan penundaan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Pemerintah mempertimbangkan pemberian stimulus berupa bantuan sosial kepada masyarakat kelas menengah sebagai langkah awal.
Penjabat Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono, menambahkan bahwa pengusaha di wilayahnya merasa kondisi ekonomi saat ini berbeda dibanding saat undang-undang tersebut digodok. Masukan tersebut, kata Adhy, sudah disampaikan kepada pemerintah pusat untuk menjadi bahan pertimbangan lebih lanjut.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur, Sigit Danang Joyo, menegaskan belum ada keputusan resmi terkait penerapan tarif PPN baru. Ia juga menyoroti bahwa kebijakan ini berpengaruh besar terhadap landasan penyusunan APBN 2025.
"Jika harus ditunda atau direvisi, tentu banyak hal dalam APBN yang perlu disesuaikan," ujarnya.
Diskusi ini menunjukkan pentingnya sinergi antara aspirasi daerah, pelaku usaha, dan kebijakan pemerintah pusat untuk memastikan penerapan kebijakan yang tepat sasaran dan tidak memberatkan masyarakat. (jpc)