BELITONGEKSPRES.COM - Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sedang menjalani tahap penting dalam proses pembentukan kabinet untuk periode lima tahun mendatang.
Dengan harapan bahwa mereka akan memilih individu-individu berintegritas untuk mengisi posisi menteri, wakil menteri, serta kepala badan dan lembaga, perhatian publik tertuju pada keputusan mereka.
Pengamat hukum dan politik, Pieter C. Zulkifli, menekankan bahwa masyarakat saat ini menginginkan pemimpin yang tidak hanya retorik, tetapi juga mampu memberikan aksi konkret dalam memberantas korupsi dan memperbaiki birokrasi yang dianggap rusak.
"Masyarakat mendambakan pemimpin yang bisa berbuat nyata, bukan sekadar pandai berbicara," ujarnya dalam wawancara, Kamis 17 Oktober.
BACA JUGA:Polda Metro Jaya Tindak Penyalahgunaan LPG Bersubsidi, Pertamina Berikan Apresiasi
BACA JUGA:TNI AU Siapkan Pengawalan Ketat untuk Tamu Negara di Acara Pelantikan Prabowo-Gibran
Dia menyadari, perhatian publik tertuju pada susunan kabinet baru ini, terutama seputar komitmen Prabowo untuk menempatkan sosok-sosok profesional di posisi penting.
Pieter juga menyoroti langkah Prabowo yang mengundang calon menteri dan kepala lembaga ke kediamannya di Kertanegara, Jakarta, dalam satu minggu menjelang pelantikan. Langkah ini menunjukkan niat Prabowo untuk membentuk kabinet Zaken, yang berisi individu-individu profesional dan ahli di bidangnya.
"Prabowo telah berkomitmen untuk menciptakan kabinet zaken, yang diharapkan dapat mengatasi tantangan kompleks baik di dalam negeri maupun regional," jelasnya. Menurut Pieter, keberadaan tokoh-tokoh yang kompeten di kabinet adalah kebutuhan mendesak, meskipun situasi politik di Indonesia sering kali menambah kompleksitas.
Dia juga mencermati kehadiran banyak tokoh politik dari partai pendukung dan oposisi dalam pertemuan di Kertanegara.
BACA JUGA:Tindak Tegas! Mentan Amran Copot 3 Pejabat Kementan, Terbukti Terima Suap Rp10 Miliar
BACA JUGA:Peneliti Sebut Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran Berpotensi Bebani Anggaran Hingga Rp1,95 Triliun
Ini menimbulkan spekulasi di kalangan publik tentang apakah Prabowo akan melakukan kompromi dengan mengakomodasi kepentingan politik dalam susunan kabinetnya. "Apakah komitmen kabinet zaken akan tetap terjaga, ataukah kompromi politik yang akan menjadi penentu utama?" tanyanya.
Di satu sisi, Pieter mengakui bahwa kompromi politik dalam pembentukan kabinet adalah hal yang wajar dalam konteks demokrasi. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, tantangan politik memerlukan stabilitas yang sering kali dicapai melalui kesepakatan politik. Namun, dia mengingatkan bahwa kompromi tersebut harus demi kepentingan bangsa, bukan untuk melayani segelintir elit.
"Sayangnya, sejarah Indonesia yang panjang ditandai oleh praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme masih membekas hingga saat ini.