JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM - Dua tersangka dalam kasus korupsi timah senilai Rp 300 triliun akan segera menghadapi persidangan setelah penyidikan oleh Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) selesai.
Kedua tersangka, yang diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun, telah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Mereka terlibat dalam dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah pada periode 2015-2022.
Tamron alias Aon (TN), yang berperan sebagai pemilik keuntungan dari CV VIP, dan Achmad Albani (AA), Manajer Operasional Tambang CV VIP, kini akan menjalani proses penuntutan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
"Pada Selasa, 4 Juni 2024, Tim Penyidik telah melimpahkan kasus ini dari tahap penyidikan ke tahap penuntutan dengan menyerahkan tersangka beserta barang buktinya, yang lebih dikenal sebagai tahap dua," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Haryoko Ari Prabowo, kepada wartawan.
Setelah menerima kedua tersangka, Tamron ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejagung, sementara Achmad ditempatkan di Rutan cabang Kejari Jakarta Selatan. Selain itu, barang bukti berupa kendaraan mewah, barang elektronik, emas, dan uang tunai senilai lebih dari Rp 80 miliar juga diserahkan.
BACA JUGA:Ormas Keagamaan Kelola Tambang, Presiden Jokowi Paparkan Persyaratan Ketat IUPK dan Prosesnya
BACA JUGA:Lebih dari Dua, Penguntitan Jampidsus Febrie Adriansyah oleh Densus 88 Ternyata 10 Orang
"Selanjutnya tim penuntut umum sedang mematangkan atau memantapkan lagi susunan surat dakwaan. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat dilimpahkan ke pengadilan," tambah Haryoko.
Jaksa Penuntut Umum akan menyusun surat dakwaan yang kemudian akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta untuk proses persidangan.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menjerat total 22 tersangka, termasuk satu yang diduga melakukan perintangan penyidikan. Beberapa di antara tersangka adalah tokoh terkenal seperti suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan bos Sriwijaya Air, Hendry Lie, serta sejumlah mantan direksi PT Timah.
Kerugian negara dalam kasus korupsi timah ini, berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), mencapai Rp 300,003 triliun, termasuk kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp 2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal sebesar Rp 26,649 triliun, dan kerusakan ekologis sebesar Rp 271,6 triliun.
Modus operandi kasus ini melibatkan pengumpulan bijih timah oleh sejumlah perusahaan secara ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk, yang turut melibatkan pejabat di PT Timah dan menyebabkan kerugian besar bagi negara.