BELITONGEKSPRES.COM - Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus memicu reaksi penolakan dari berbagai kalangan. Kali ini, penolakan datang dari kalangan pengemudi transportasi online.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menegaskan penolakan terhadap rencana iuran wajib untuk Tapera.
Menurutnya, pengemudi ojek online (ojol) telah mengalami banyak potongan penghasilan, mulai dari pajak hingga potongan aplikasi sebesar 15 hingga 25 persen.
Dengan adanya potongan wajib BP Tapera, pekerja kecil seperti ojol merasa semakin dibebani oleh pemerintah. Igun menyatakan penolakan ini dengan tegas.
Meskipun undang-undang (UU) tentang Tapera mengatur kepesertaan yang wajib berlaku untuk semua orang, termasuk driver ojol, Igun menyesalkan kurangnya komunikasi dari pemerintah dengan asosiasi. Bagi mereka, penolakan terhadap potongan wajib BP Tapera adalah harga mati tanpa ada tawaran solusi lain.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, juga menyuarakan penolakan. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini membebani pengemudi di tengah ketidakpastian pendapatan yang semakin menurun.
BACA JUGA:Jadi Tulang Punggung AHM, Honda BeAT Series Terjual Sebanyak 23 Juta Unit Selama 15 Tahun
Lily berharap pemerintah melibatkan aspirasi publik sebelum mengambil keputusan, sehingga aturan yang dibuat dapat memberikan manfaat bagi rakyat, termasuk pekerja online seperti pengemudi taksi dan ojek online (ojol).
Hasil kajian dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan beberapa dampak negatif dari kebijakan Tapera.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menyampaikan bahwa berdasarkan hasil simulasi ekonomi, kebijakan Tapera menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 1,21 triliun. Dampak ini memengaruhi keseluruhan output ekonomi nasional.
Menurut perhitungan menggunakan model input-output, surplus keuntungan dunia usaha mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun, dan pendapatan pekerja juga terdampak dengan kontraksi sebesar Rp 200 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat berkurang, yang pada gilirannya menurunkan permintaan di berbagai sektor usaha.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menambahkan bahwa efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja.
Kebijakan Tapera dapat mengakibatkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan. Pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan juga berkontribusi pada dampak negatif ini.
BACA JUGA:Google Berikan Beasiswa untuk 10.000 Talenta Digital di Indonesia
Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp 20 miliar, jumlah tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.