Komitmen Sri Mulyani Jaga APBN Tetap Dalam Koridor

Jumat 14 Mar 2025 - 23:07 WIB
Reporter : Imamatul Silfia
Editor : Yudiansyah

Di tengah melambatnya penerimaan, evaluasi terhadap kebijakan populis dianggap perlu dilakukan. Belanja pemerintah harus lebih fokus menopang kelompok rentan dan program yang memberikan efek ekonomi berganda.

Mengimbangi kritik itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan komitmen pemerintah dalam membuat kebijakan yang mengutamakan rakyat. Sebagai contoh, belanja pemerintah pusat yang manfaatnya dirasakan langsung oleh rakyat nilainya mencapai Rp166,6 triliun.

Angka itu termasuk penyaluran Kartu Sembako senilai Rp10,3 triliun, insentif untuk Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) Rp7,7 triliun, subsidi energi Rp10,6 triliun, hingga program Makan Bergizi Gratis Rp710,5 miliar.

Suahasil juga menekankan kebijakan efisiensi anggaran belanja pemerintah tak berdampak pada belanja bantuan sosial dan pendidikan. Untuk bansos, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp25,9 triliun per Februari. Sementara realisasi untuk sektor pendidikan Rp76,4 triliun.

BACA JUGA:Penerimaan Pajak Awal 2025 Menurun, Per Januari 2025 Hanya Rp88,89 Triliun atau 4,06 Persen Dari Target

Terkait hal ini, Suahasil pun memastikan anggaran pendidikan akan tetap dialokasikan sebesar 20 persen dari APBN sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang.

Adapun terkait kritik melambatnya serapan belanja pemerintah, Suahasil menyebut hal itu dipengaruhi oleh belanja pemilu dan bantuan pangan yang tak terulang pada tahun ini. Setidaknya per Februari 2025, belanja negara telah terserap 7,8 persen dari pagu dengan realisasi Rp211,5 triliun. Rinciannya, belanja K/L terealisasi sebesar Rp83,6 triliun dan belanja non-K/L Rp127,9 triliun.

Pengelolaan Utang

Hingga akhir Februari, pemerintah telah menarik pembiayaan utang baru senilai Rp224,3 triliun, setara dengan 28,9 persen dari target APBN. Pembiayaan utang itu terdiri dari pembiayaan surat berharga negara (SBN) neto Rp238,8 triliun dan pinjaman neto minus Rp14,4 triliun.

Sri Mulyani mengakui terjadi penarikan pembiayaan yang cukup besar pada dua bulan pertama tahun 2025. “Ini berarti ada perencanaan dari pembiayaan yang cukup front loading. Artinya, realisasinya di awal cukup besar,” katanya dalam konferensi pers.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mewanti-wanti pengelolaan utang yang tak terkendali bisa membuat peringkat surat utang pemerintah mengalami evaluasi. Efek domino lainnya adalah potensi meningkatnya beban utang, terjadinya crowding out effect di sektor keuangan, dan risiko kebutuhan efisiensi belanja yang lebih besar pada tahun depan.

BACA JUGA:Pemerintah Perketat Pengawasan Distribusi LPG 3 Kg, Ancam Cabut Izin Agen Curang

Tetapi hingga sejauh ini, setidaknya, keseimbangan primer APBN masih mencetak surplus Rp48,1 triliun. Keseimbangan primer mencerminkan kemampuan negara mengelola utang. Dengan surplus keseimbangan primer, maka kondisi fiskal dapat dikatakan masih cukup memadai untuk mengelola pendapatan, belanja, dan utang.

Menjaga APBN

Dalam konferensi pers, Sri Mulyani berulang kali menyampaikan komitmennya untuk menjaga APBN tetap dalam koridor.

Perlambatan penerimaan pajak, kebijakan efisiensi anggaran yang memicu realokasi dana, hingga penarikan utang yang lebih cepat akan tetap diupayakan untuk tidak membuat defisit APBN 2025 jauh melebar dari target 2,53 persen PDB.

Kategori :