Komitmen Sri Mulyani Jaga APBN Tetap Dalam Koridor

Jumat 14 Mar 2025 - 23:07 WIB
Reporter : Imamatul Silfia
Editor : Yudiansyah

BACA JUGA:Cepat & Praktis! BI Luncurkan QRIS Tap, Cukup Tempelkan Ponsel Hanya Butuh 0,3 Detik

Huda mengungkapkan dua faktor utama yang menyebabkan penurunan tajam ini: pengembalian lebih bayar pajak pertambahan nilai (PPN) tahun 2024 dan kendala dalam implementasi sistem Coretax.

Namun, dalam konferensi pers APBN KiTa, Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, yang menyampaikan laporan penerimaan negara, tidak menyinggung sama sekali perihal Coretax saat membahas hambatan dalam penyerapan pajak.

Anggito Abimanyu mengungkapkan bahwa melambatnya setoran pajak di awal 2025 dipengaruhi oleh dua faktor utama: penurunan harga komoditas dan kebijakan administratif.

Sejumlah komoditas utama mengalami penurunan harga selama Januari–Februari, termasuk batu bara (-11,8 persen), brent (-5,2 persen), dan nikel (-5,9 persen). 

Sementara dari sisi kebijakan, penerapan sistem tarif efektif rata-rata (TER) sejak Januari 2024 menyebabkan lebih bayar pajak sebesar Rp16,5 triliun, yang harus dikembalikan pada awal 2025. Selain itu, kebijakan relaksasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri juga turut memengaruhi perlambatan.

BACA JUGA:Belanja Bansos 2025 Capai Rp25,9 Triliun, Pemerintah Pastikan Tak Terdampak Efisiensi

Meski demikian, Anggito menegaskan bahwa tidak ada anomali dalam penerimaan pajak. Bahkan, hingga akhir Februari, penerimaan pajak menunjukkan tren pemulihan dengan realisasi mencapai Rp187,7 triliun.

Angka tersebut sebenarnya turun sekitar 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana penerimaan pajak mencapai Rp269,02 triliun. Namun, menurut Anggito, perlambatan di Januari dan Februari merupakan pola musiman yang terjadi setiap tahun.

Untuk menunjukkan tren ini, ia membandingkan data penerimaan selama Desember, Januari, dan Februari. Menurutnya, perlambatan di awal tahun terjadi karena lonjakan transaksi pada Desember, yang didorong oleh periode Natal dan Tahun Baru.

Jika melihat rata-rata penerimaan dalam tiga bulan tersebut, kinerja Desember 2024 hingga Februari 2025 masih lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Inilah yang disebut Anggito sebagai "data yang normal."

Penyaluran Belanja Pemerintah

Serupa dengan penerimaan pajak, kinerja belanja pemerintah juga bergerak melambat. Pada Januari, terjadi perlambatan belanja pemerintah pusat sebesar 10,76 persen (yoy), dengan belanja kementerian/lembaga (K/L) turun tajam 45,5 persen (yoy).

BACA JUGA:RKP 2026: Pemerintah Fokuskan Pertumbuhan Ekonomi 6,3 Persen, Prioritaskan Pembangunan Berkelanjutan

Direktur Kebijakan Publik Celios Media Askar menggarisbawahi belanja pemerintah merupakan salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi. Dia meminta pemerintah mewaspadai dampak dari perlambatan ini.

Sorotan lainnya terkait dengan skala prioritas belanja. Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai pemerintah perlu menata ulang prioritas belanja.

Kategori :