Setiap produsen dan distributor bisa diwajibkan melaporkan data produksi dan penjualan secara real-time, sehingga pemerintah dapat dengan cepat mengidentifikasi titik-titik yang mengalami hambatan atau penyimpangan dalam rantai distribusi.
Pendekatan ini sudah diterapkan dalam beberapa program subsidi pangan di negara lain dan terbukti efektif dalam mencegah penyimpangan.
Studi kasus
Di luar negeri, ada beberapa model tata kelola minyak goreng yang bisa menjadi inspirasi. Malaysia, misalnya, menerapkan sistem subsidi minyak goreng dengan volume yang cukup besar, sehingga pasokan selalu tersedia di pasar dengan harga yang stabil.
BACA JUGA:Menuju 100 Tahun Modernisasi Kelapa di Indonesia
Pemerintah Malaysia juga memiliki jaringan distribusi khusus yang memastikan minyak subsidi tidak mudah diselewengkan.
Sementara itu, Argentina menerapkan sistem pajak ekspor yang digunakan untuk menyubsidi minyak goreng domestik, sehingga harga jual tetap terjangkau, tanpa membebani produsen.
India mengambil pendekatan yang berbeda dengan menyesuaikan tarif impor minyak nabati untuk menekan harga dalam negeri, sekaligus menerapkan sistem distribusi berbasis kuota untuk memastikan kelompok berpenghasilan rendah tetap mendapatkan akses terhadap minyak goreng dengan harga wajar.
Belajar dari pengalaman negara lain, Indonesia perlu mengambil pendekatan yang lebih menyeluruh dalam mengelola Minyakita. Sekadar menetapkan HET, tanpa mekanisme kompensasi yang jelas bagi produsen hanya akan memicu kecurangan dan kelangkaan.
Regulasi harga juga perlu disertai dengan sistem subsidi yang tepat sasaran, distribusi yang lebih efisien, serta pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah penyimpangan.
BACA JUGA:Setelah BRICS, Indonesia Kejar Target Gabung ke OECD
Pemerintah juga bisa membuka kanal pengaduan publik yang responsif dan berbasis data untuk menangani kecurangan dalam proses produksi maupun distribusi Minyakita. Selanjutnya, harus tegas memberantas oknum-oknum yang hanya mementingkan keuntungan dalam memproduksi minyak goreng rakyat tersebut.
Pemerintah, di sisi lain, harus siap melakukan intervensi langsung ketika terjadi gejolak, misalnya dengan operasi pasar atau penyaluran stok cadangan untuk menstabilkan harga.
Peneliti pada Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian memandang pentingnya sistem pengawasan distribusi yang lebih ketat dari produsen hingga ke konsumen akhir, transparansi dalam penentuan harga dan subsidi, serta mekanisme verifikasi kualitas dan kuantitas produk.
Karena itu, sebaiknya sistem pelacakan distribusi (traceability) digital diciptakan untuk memantau pergerakan produk, evaluasi berkala terhadap efektivitas kebijakan dan penyesuaian yang responsif, serta penguatan peran Satgas Pangan dalam monitoring dan penegakan aturan.
BACA JUGA:Ramadhan: Momentum Tebar Kebaikan, Tinggalkan Keburukan
Sebab Minyakita memang sudah seharusnya menjadi solusi permanen bagi masyarakat, bukan sekadar respons darurat terhadap krisis minyak goreng yang pernah terjadi.