Pemerintah memang telah menetapkan batas harga jual di tingkat distributor dan pengecer, tetapi belum optimalnya pengawasan memungkinkan para perantara mengambil keuntungan berlebih. Faktanya, harga Minyakita di banyak daerah kerap tembus Rp17.000–18.000 per liter atau jauh dari harga yang seharusnya.
BACA JUGA:Mengungkap Penyebab PHK Massal dan Upaya Pencegahannya
Masalah lain yang tidak bisa diabaikan adalah kelangkaan Minyakita di beberapa daerah, terutama menjelang periode permintaan tinggi, seperti Ramadhan dan Lebaran. Situasi ini sering kali dipicu oleh ketidakseimbangan distribusi.
Beberapa wilayah mendapatkan pasokan berlebih, sementara yang lain kekurangan. Fenomena panic buying juga memperburuk keadaan, dengan banyak konsumen memborong minyak goreng karena takut kehabisan, mempercepat kelangkaan buatan.
Selain itu, ada indikasi praktik spekulasi oknum tidak bertanggung jawab, dimana sebagian pelaku pasar cenderung menyimpan stok Minyakita untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi saat pasokan langka.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah dituntut tidak hanya mengandalkan pendekatan regulasi harga, tetapi juga memperbaiki mekanisme distribusi dan pengawasan. Salah satu langkah yang perlu segera dilakukan adalah menyesuaikan kebijakan HET agar realistis dengan kondisi pasar.
Pemerintah dapat mengadopsi sistem harga fleksibel, di mana HET disesuaikan dengan harga CPO dalam periode tertentu. Jika harga bahan baku naik signifikan, HET juga bisa naik dalam batas yang wajar, dan jika harga turun, HET bisa kembali diturunkan.
BACA JUGA:Antisipasi PHK Sebagai Kode Merah Industri Tekstil dan Garmen Nasional
Cara ini memungkinkan produsen tetap beroperasi, tanpa harus mencari cara-cara yang merugikan konsumen.
Selain itu, rantai distribusi harus diperpendek dengan memangkas jumlah perantara yang mengambil untung di tengah jalan.
Ekonom dan pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menuturkan bahwa kapasitas produksi Minyakita berbasis koperasi maupun usaha mikro lokal perlu diperkuat.
Untuk menjaga agar harga Minyakita tetap stabil dan sesuai harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp15.700 per liter, ia mengatakan bahwa koperasi dan UMKM harus terlibat dalam produksi minyak goreng rakyat, sehingga distribusi tidak dimonopoli perusahaan-perusahaan besar.
Pemerintah juga bisa menunjuk distributor resmi atau bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk menyalurkan Minyakita langsung ke pengecer, dengan harga yang telah ditetapkan.
BACA JUGA:Nasib RI di Pusaran Perang Tarif AS-China
Dengan sistem ini, pengecer mendapatkan minyak goreng dengan harga sesuai ketentuan dan tidak terpaksa menaikkan harga akibat permainan di level distributor. Skema distribusi semacam ini telah diterapkan di beberapa daerah, seperti Riau dan terbukti mampu menekan harga di pasar tradisional.
Pemerintah juga perlu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan transparansi dalam distribusi Minyakita. Sistem informasi berbasis digital dapat diterapkan untuk melacak pergerakan stok minyak goreng dari produsen hingga ke pasar.