Menguatkan Mitigasi dan Kesiapsiagaan Guna Antisipasi Bencana

Senin 23 Dec 2024 - 21:32 WIB
Oleh: M. Riezko Bima Elko Prasetyo

Hidup dengan rasa damai dan aman, tanpa ada ancaman bencana adalah impian setiap bangsa di dunia, tidak terkecuali Indonesia sebagai negara kepulauan.

Namun demikian, Indonesia yang memiliki sejuta pesona keindahan alamnya, merupakan salah satu kawasan yang rawan mengalami bencana, seperti erupsi gunung berapi maupun gempa dan tsunami.  Indonesia berada dalam lingkar Cincin Api Pasifik serta dikelilingi oleh zona gempa, termasuk megathrust.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia tidak hanya bersahabat dengan lembayung senja dan desir lembut angin pantai, tetapi juga memeluk erat ancaman bencana, khususnya  megathrust.  

Gempa megathrust merupakan gempa bumi berkekuatan sangat besar yang terjadi di zona subduksi, yaitu suatu wilayah di mana salah satu lempeng tektonik bumi terdorong ke bawah lempeng tektonik lainnya. Kedua lempeng tersebut terus bergerak saling bersinggungan namun menjadi terjebak di tempat mereka bersentuhan, sehingga membuat adanya penumpukan regangan melebihi gesekan antara dua lempeng.

BACA JUGA:Peran BUMN Atasi Stunting dalam Program Makan Bergizi Gratis

Gempa megathrust bisa menyebabkan terjadinya tsunami karena adanya gerakan dorongan besar hingga menimbulkan pergerakan vertikal besar di dasar laut yang bergerak memindahkan sejumlah besar air dan menjauh dari gerakan bawah laut, aktivitas ini menjadikannya sebagai tsunami.

Indonesia memiliki banyak zona subduksi itu, yang membentang dari ujung Pulau Sumatera hingga Papua. Penelitian terbaru  yang dilakukan oleh tim Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGen) pada tahun 2017  mendapati Indonesia dikelilingi sebanyak 13 zona megathrust, terdiri dari zona megathrust segmen Selat Sunda sebagian terbentang di selatan Jawa hingga Bali, segmen Mentawai-Siberut di barat Sumatera, segmen Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, segmen utara Sulawesi dan utara Papua.

Direktur Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan bahwa dari 13 segmen zona megathrust itu, perhatian paling serius tertuju pada segmen Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Kedua segmen tersebut menyimpan potensi gempa dengan kekuatan dahsyat yang bisa mengancam keselamatan warga yang hidup di atasnya. 

Banyak ahli lainnya juga mengemukakan bahwa pada kawasan itu didapati sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung ratusan tahun lamanya. Seismic gap ini harus diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

BACA JUGA:Replikasi Digital, Ancaman dan Penanggulanggannya

Untuk segmen Mentawai-Siberut di sebelah barat Sumatera berpotensi memicu gempa berkekuatan hingga 9,0 magnitudo yang dapat menghasilkan gelombang pasang tsunami lebih dari 10 meter. Peringatan serupa juga diberikan untuk segmen Selat Sunda yang terbentang antara Pulau Jawa dan Sumatera.

Kesiapan alat dan ketangguhan masyarakat

Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, maka perlu mempertebal menguatkan mitigasi guna mengurangi risiko dampak yang ditimbulkan oleh gempa dan tsunami megathrust ini; yaitu dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk mendeteksi potensi bahaya dan juga memperkokoh kesiapsiagan masyarakat melalui serangkaian pelatihan, spesifikasi penyelamatan atau evakuasi hingga menjamin struktur bangunan yang tahan gempa. 

Bangsa Indonesia memang telah menapaki jalan panjang menuju kesiapsiagaan menghadapi risiko gempa dan tsunami melalui pengembangan teknologi mutakhir untuk mendeteksi dan menyampaikannya sebagai peringatan dini bahaya, hingga penguatan komunitas yang diperoleh dari pembelajaran peristiwa masa lalu.

BACA JUGA:PPN 12 Persen, Paket Stimulus dan Dampak Terhadap Ekonomi

Gempa dan tsunami Samudera Hindia yang meluluhlantakkan Aceh pada 2004 menjadi titik balik yang penting dalam pengelolaan bencana di Indonesia. Guncangan berkekuatan lebih dari 9,0 magnitudo dan memicu gelombang tsunami setinggi 20 meter ini merenggut jiwa  lebih dari 170.000 warga “Bumi Serambi Mekkah”. Selain itu, peristiwa tersebut menurut Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, menyebabkan kerugian senilai Rp51,4 triliun.  

Kategori :